Anggota DPR RI menilai kerusakan hutan di Sumut–Aceh Tamiang menjadi pemicu banjir dan longsor, mendesak audit kehutanan nasional.
Jakarta — Anggota DPR RI Muslim Ayub menegaskan bahwa pembiaran terhadap praktik pembalakan liar di kawasan hutan Sumatera Utara dan Aceh Tamiang telah lama ia peringatkan karena berpotensi memicu bencana alam berskala luas. Menurutnya, kerusakan hutan yang berlangsung bertahun-tahun tanpa penanganan tegas kini menunjukkan dampak nyata berupa banjir dan longsor di berbagai wilayah.
“Saya sudah lama mengingatkan soal pembalakan liar yang seolah dibiarkan. Dampaknya sangat fatal. Sekarang kita bisa melihat sendiri akibatnya, bencana terjadi di berbagai daerah,” kata Muslim Ayub kepada wartawan, Rabu (24/12/2025).
Muslim menilai, kerusakan hutan akibat eksploitasi berlebihan—baik yang dilakukan secara ilegal maupun melalui pengelolaan yang tidak berkelanjutan—telah merusak keseimbangan ekologis kawasan yang saling terhubung antara Aceh dan Sumatera Utara. Kondisi tersebut, menurutnya, memperbesar risiko banjir bandang dan tanah longsor, terutama saat curah hujan tinggi.
Ia menegaskan bahwa peringatan Pembalakan Liar di Aceh dan sumatera utara bukan tanpa dasar. Sejumlah bencana yang terjadi belakangan ini menunjukkan adanya keterkaitan kuat antara degradasi hutan dan meningkatnya kerentanan lingkungan. Oleh karena itu, ia mendorong agar upaya penegakan hukum dan evaluasi tata kelola kehutanan dilakukan secara serius dan menyeluruh.
Muslim juga menyinggung langkah-langkah penegakan hukum yang saat ini tengah berjalan terkait pengelolaan kawasan hutan di wilayah terdampak. Menurut dia, proses tersebut penting untuk memastikan adanya evaluasi komprehensif terhadap praktik pemanfaatan hutan yang berpotensi melanggar aturan dan merugikan masyarakat luas.
Sejalan dengan itu, pemerintah pusat melalui Kementerian Kehutanan telah mengambil langkah tegas dengan melakukan audit dan evaluasi mendalam terhadap pengelolaan kawasan hutan tanaman industri di Sumatera Utara.
“Langkah ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Republik Indonesia sebagai bentuk keseriusan negara dalam merespons bencana yang diduga berkaitan dengan kerusakan lingkungan,” ujar politisi senior Partai NasDem tersebut.
Muslim menjelaskan, Menteri Kehutanan telah menegaskan bahwa audit dan evaluasi dilakukan secara komprehensif, mencakup aspek perizinan, kepatuhan terhadap regulasi lingkungan, hingga dampak sosial dan ekologis yang ditimbulkan. Proses tersebut juga akan dipantau langsung oleh jajaran pimpinan kementerian guna menjamin objektivitas dan transparansi.
“Jika dalam evaluasi ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, tentu akan ada konsekuensi tegas, mulai dari sanksi administratif hingga pencabutan atau pengurangan hak pengelolaan kawasan hutan,” kata Muslim, mengutip pernyataan Menteri Kehutanan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
Berdasarkan data yang tersedia secara terbuka, kawasan hutan tanaman industri di Sumatera Utara saat ini dikelola oleh sejumlah perusahaan pemegang izin resmi, dengan cakupan lahan mencapai ratusan ribu hektare yang tersebar di berbagai wilayah. Namun demikian, Muslim menekankan bahwa legalitas izin harus sejalan dengan praktik pengelolaan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
“Pengelolaan hutan seharusnya mengedepankan prinsip keberlanjutan dan perlindungan lingkungan, bukan semata-mata kepentingan ekonomi,” ujarnya.
Muslim Ayub berharap momentum evaluasi ini menjadi titik balik bagi perbaikan tata kelola kehutanan nasional. Ia menegaskan bahwa keselamatan rakyat harus menjadi prioritas utama, dan negara tidak boleh kalah dalam menjaga kelestarian hutan sebagai benteng alami dari bencana.
“Jangan sampai bencana demi bencana terus berulang, sementara akar persoalannya tidak pernah benar-benar diselesaikan,” pungkasnya.







