Investasi Paling Menguntungkan: Pendidikan Usia Dini dan Harapan Emas untuk Aceh.
Oleh: Marthunis, S.T., D.E.A
“The earlier, the better.” Ungkapan sederhana ini merangkum gagasan besar dari James Heckman, peraih Nobel Ekonomi tahun 2000. Dalam temuannya yang dikenal luas sebagai Heckman Curve, ia menegaskan bahwa investasi paling efektif dalam kehidupan manusia terjadi pada tahap usia dini. Hasilnya tidak main-main: dampak sosial dan ekonomi yang dihasilkan jauh melampaui investasi yang dilakukan di tahap usia selanjutnya.
Dalam konteks Indonesia yang tengah menatap ambisi besar menuju Indonesia Emas 2045, gagasan Heckman menjadi kian relevan. Bayi yang lahir tahun ini akan memasuki usia produktif dua dekade mendatang, tepat saat negeri ini menapaki satu abad kemerdekaan. Mereka adalah calon penggerak ekonomi, inovator, dan pemimpin masa depan. Namun, potensi tersebut hanya akan terwujud jika kita berinvestasi secara serius pada masa emas pertumbuhan mereka—yakni sejak usia dini.

Aceh Merespons Tantangan
Provinsi Aceh menunjukkan langkah konkret untuk menjawab tantangan ini. Bunda PAUD Aceh, Ibu Marlina—yang juga merupakan istri Gubernur Aceh—belum lama ini melakukan kunjungan strategis ke Direktorat Jenderal PAUD dan Dikdasmen di Jakarta. Dalam pertemuan yang berlangsung hangat bersama Dirjen PAUD dan Dikdasmen, Dr. Gogot Suharwoto, serta Direktur PAUD, Dr. Nia Nurhasanah, dibahas pentingnya memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dalam membangun fondasi pendidikan anak usia dini di Aceh.
Pertemuan ini bukan sekadar agenda seremonial. Ia mencerminkan keseriusan komitmen Aceh dalam menjadikan PAUD sebagai prioritas pembangunan manusia. “Anak-anak usia dini hari ini adalah penentu kualitas SDM kita di masa depan. Tidak ada waktu untuk menunda,” tegas Ibu Marlina.
Menjawab Tantangan Kewenangan
Meski demikian, upaya ini tidak tanpa tantangan. Salah satu hambatan mendasar adalah soal kewenangan. Sesuai regulasi, urusan pendidikan anak usia dini berada di bawah tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dan desa (gampong), bukan provinsi. Hal ini sering menimbulkan ketimpangan koordinasi dan perencanaan lintas level pemerintahan.
Di sinilah peran strategis Bunda PAUD Aceh diuji. Dengan pendekatan koordinatif, ia menggandeng kabupaten/kota dan gampong untuk bersama-sama menjadikan PAUD sebagai bagian integral dari agenda pembangunan daerah.
Strategi Konkrit: Dana Otsus dan Dana Gampong
Dua pendekatan strategis menjadi tumpuan:
- Optimalisasi Dana Otonomi Khusus (Otsus):
Pemerintah provinsi dapat menyusun kriteria penggunaan minimal 20 persen Dana Otsus (DOKA) kabupaten/kota agar sebagian dialokasikan secara khusus untuk penguatan PAUD. Hal ini dapat diwujudkan melalui regulasi provinsi atau pedoman teknis yang bersifat mengikat. - Pemanfaatan Dana Gampong (APBG):
Melalui kolaborasi dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong (DPMG), Bunda PAUD dapat mendorong diterbitkannya pedoman penggunaan APBG yang memprioritaskan pembiayaan layanan PAUD berkualitas di tingkat gampong.
Menuju Generasi Teuleubeh
Jika sinergi antara pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga gampong dapat terjalin secara harmonis, dampaknya akan sangat besar. Seperti ungkapan, “the whole is greater than the sum of its parts,” upaya kecil di tiap tingkatan akan menghasilkan efek kolektif yang luar biasa: lahirnya generasi Aceh yang sehat, cerdas, berakhlak, dan berdaya saing global.
Aceh berpeluang menjadi contoh nasional bahwa investasi terbesar bukanlah pada beton dan baja, melainkan pada manusia—khususnya anak-anak kita yang kini tengah belajar mengeja, menggambar, dan mengenali dunia dengan mata penuh harap.
Mereka adalah benih peradaban. Jika ditanam dan dirawat sejak dini, mereka akan tumbuh menjadi pohon masa depan yang kokoh dan berbuah kebaikan.
“Bangsa Teuleubeh, Khaira Ummah. Insya Allah,” tutup Ibu Marlina penuh harapan.
Komentar