Dinamika Jelang Kongres PWI, Seruan Regenerasi Mencuat, Kursi Ketum Diperebutkan.
Jakarta — Jelang Kongres Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang akan digelar pada 29-30 Agustus mendatang, dinamika internal organisasi wartawan tertua di Tanah Air mulai menghangat. Seruan perubahan dan regenerasi kepemimpinan menggema di tengah arus ketegangan antara kontinuitas dan pembaruan.
Sekretaris Bidang Advokasi dan Pembelaan Wartawan PWI Pusat, Junaidi Rusli, menyuarakan sikap tegas. Ia menilai sudah saatnya organisasi memberikan ruang lebih besar bagi generasi muda yang dinilainya lebih adaptif terhadap tantangan zaman.
“Saatnya yang muda yang tidak terlibat konflik berkarya, yang tua jadi penasihat saja,” ujar Junaidi saat ditemui di Jakarta, Selasa (5/8).
Menurutnya, regenerasi bukanlah bentuk pengabaian terhadap peran senior, melainkan bentuk penghormatan terhadap jasa mereka di masa lalu.
“Para senior adalah pembuka jalan. Tapi zaman sudah berubah. PWI membutuhkan energi baru, ide segar, serta cara pandang modern dalam menghadapi disrupsi media,” katanya.
Ia menyebut beberapa nama yang dianggap memiliki rekam jejak mumpuni, antara lain Iqbal Irsyad (Sekjen PWI), Helmy Zainal (Ketua PWI Kalimantan Selatan), dan Farianda Putra Sidiq (Ketua PWI Sumatera Utara).
Lebih lanjut, Junaidi menekankan pentingnya kehadiran figur baru yang tidak memiliki keterkaitan dengan konflik internal masa lalu.
“Kita butuh pemimpin yang benar-benar bersih dari tarik-menarik kepentingan lama. Sosok muda yang masih aktif turun ke lapangan sebagai wartawan dan memahami realitas dunia pers hari ini,” tegasnya.
Dalam pandangan Junaidi, kepemimpinan organisasi profesi seperti PWI tak boleh dikelola dengan pendekatan lama. Tantangan digitalisasi, disinformasi, serta krisis kepercayaan publik terhadap media membutuhkan pemimpin yang mampu membaca arah zaman.
“Pers tak bisa lagi dikelola dengan cara-cara lama,” tandasnya.
Pernyataan Junaidi mendapat dukungan dari sejumlah kalangan wartawan muda yang merasa PWI selama ini terlalu lama didominasi oleh figur-figur lama yang dinilai kurang responsif terhadap perubahan lanskap media.
Namun demikian, pernyataan tersebut juga menuai respons kritis dari kalangan senior. Beberapa wartawan senior menilai narasi yang disampaikan Junaidi terkesan tendensius dan berpotensi menimbulkan friksi antar generasi.
“Regenerasi itu penting, tapi bukan dengan cara merendahkan. Kolaborasi antargenerasi tetap menjadi kunci,” kata seorang wartawan senior yang enggan disebut namanya, sebagaimana ditirukan oleh Junaidi.
Terlepas dari polemik, pernyataan tersebut membuka ruang diskusi yang lebih luas mengenai masa depan PWI. Kongres yang akan datang pun diprediksi menjadi ajang pertarungan dua kutub besar dalam tubuh organisasi: arus kontinuitas dan gelombang perubahan.







