Koalisi Masyarakat Sipil Aceh kritik lambannya respons pemerintah dan desak refocusing APBA untuk penanganan bencana.
Banda Aceh – Memasuki hari ketujuh penanganan bencana Aceh 2025, situasi di sejumlah wilayah terdampak bencana banjir Aceh masih sangat memprihatinkan. Di 18 kabupaten/kota yang terdampak banjir dan longsor, ribuan warga masih minim mendapat bantuan evakuasi maupun pasokan logistik. Kondisi itu menyebabkan jumlah korban terus bertambah, termasuk meninggal dunia, hilang, dan mengalami kelaparan akibat keterbatasan suplai makanan dan air bersih.
Kerusakan infrastruktur dan harta benda tercatat terjadi secara masif di hampir seluruh kecamatan terdampak. Sejumlah kepala daerah mengaku kewalahan menghadapi keterbatasan logistik, akses jalan yang terputus, serta kemampuan keuangan daerah yang tidak mencukupi untuk penanganan darurat.
“Skala kerusakan bencana sangat besar dan hampir menyeluruh. Masyarakat kesulitan menjalani kehidupan karena akses terputus dan bantuan belum sampai. Ini keadaan yang sangat berat,” demikian pernyataan Alfian, melalui rilis resmi kepada Pojokkmerdeka.net, Rabu (3/12/2025).
Hingga hari ketujuh pasca bencana banjir Aceh 2025, laporan lapangan menyebutkan banyak warga terdampak bencana banjir Aceh yang belum tertolong. Proses pencarian terhadap warga hilang masih berlangsung di sejumlah titik terisolasi, sementara distribusi logistik belum menjangkau banyak kawasan. Kelangkaan kebutuhan pokok mulai memicu kepanikan meski berada di luar zona bencana langsung.
Kekecewaan juga mengemuka terkait belum ditetapkannya status Darurat Bencana Nasional oleh pemerintah pusat. Koalisi menilai keputusan tersebut mencerminkan minimnya perhatian terhadap kondisi kemanusiaan di Aceh yang semakin kritis.
“Tidak menetapkan banjir Aceh sebagai Darurat Bencana Nasional menunjukkan pemerintah pusat tidak cukup peduli terhadap korban,” tegas pernyataan Alfian
Koalisi Masyarakat Sipil Aceh mendesak Pemerintah Aceh segera mengambil langkah nyata melalui refocusing anggaran APBA, terutama pada pos belanja yang dinilai tidak prioritas, termasuk pembelian mobil dinas kantor perwakilan Aceh di Jakarta senilai Rp 6,5 miliar dan pengadaan bibit pertanian senilai Rp 12 miliar, yang dianggap tidak mendesak di tengah situasi kemanusiaan.
Dalam rilisnya, koalisi menyampaikan lima rekomendasi:
- Refocusing APBA 2025–2026 untuk dukungan penanganan bencana prioritas.
- Optimalisasi posko di titik bencana agar respons lebih cepat dan tepat sasaran.
- Distribusi bantuan tanpa hambatan birokrasi serta memprioritaskan anak-anak, perempuan, lansia, dan penyandang disabilitas.
- Operasi pasar reguler guna menjaga suplai logistik vital dan stabilitas harga kebutuhan pokok.
- Penguatan mitigasi jangka panjang, termasuk rehabilitasi DAS, perlindungan hutan, penataan ruang berbasis risiko, dan adaptasi perubahan iklim berkelanjutan.
“Pemerintah Aceh harus hadir penuh, cepat, dan tegas. Jangan biarkan rakyat berjuang sendiri,” tutup pernyataan Alfian.







