SAPA Desak Gubernur Aceh Bersuara ke Dunia soal Bencana Ekologis

Banjir dan longsor dinilai akibat kerusakan hutan, SAPA sebut Aceh alami ketidakadilan penanganan bencana.

 

 

Banda Aceh — Ketua Serikat Aksi Peduli Aceh (SAPA), Fauzan Adami, mendesak Gubernur Aceh, DPR Aceh, serta seluruh elemen masyarakat untuk bersatu menyuarakan kondisi Aceh ke forum internasional. Desakan itu disampaikan menyusul bencana banjir dan tanah longsor yang melanda sejumlah wilayah di Aceh dan dinilai bukan sekadar bencana alam, melainkan akibat kerusakan lingkungan yang serius.

Fauzan menilai, banjir dan longsor Aceh merupakan bencana ekologis yang dipicu oleh kerusakan hutan akibat penebangan secara masif dan tidak terkendali. Menurut dia, dampak dari kerusakan lingkungan tersebut kini harus ditanggung langsung oleh masyarakat dalam bentuk bencana kemanusiaan yang meluas.

“Ini bukan bencana alam biasa, tetapi bencana ekologis. Fakta di lapangan menunjukkan banyak kayu gelondongan hanyut bersama banjir. Itu menjadi bukti kuat bahwa hutan Aceh telah rusak parah,” kata Fauzan, Minggu (14/12/2025).

Ia menyoroti adanya ketimpangan dan ketidakadilan dalam penanganan bencana di Aceh. Fauzan menyebut, selama ini sumber daya alam Aceh dieksploitasi untuk kepentingan nasional, namun ketika rakyat Aceh terdampak bencana besar, pemerintah pusat belum menetapkannya sebagai bencana nasional.

“Ketika hasil hutan Aceh dimanfaatkan untuk kepentingan nasional, tetapi saat rakyat Aceh menderita akibat banjir dan longsor tidak ditetapkan sebagai bencana nasional, ini adalah bentuk ketidakadilan yang nyata,” ujarnya.

Fauzan juga mengkritisi lambannya proses penanganan dan pemulihan pascabencana. Hingga kini, kata dia, masih banyak warga yang kehilangan rumah, lahan pertanian, serta sumber penghidupan. Kerusakan infrastruktur seperti jalan dan jembatan menyebabkan aktivitas ekonomi lumpuh di sejumlah daerah terdampak.

“Banjir memang sudah surut di beberapa lokasi, tetapi penderitaan rakyat belum berakhir. Pemulihan berjalan lambat, seolah-olah ini bukan kondisi darurat yang membutuhkan respons cepat dan terukur,” katanya.

BACA JUGA  PT Rambong Meuagam Diduga Serobot Lahan Pesantren, Gubernur Aceh Diminta Bertindak Tegas

Selain itu, layanan dasar seperti listrik dan jaringan komunikasi di beberapa wilayah belum sepenuhnya pulih. Permukiman warga masih dipenuhi lumpur dan debu, sementara kondisi sanitasi yang buruk dikhawatirkan memicu masalah kesehatan baru bagi masyarakat terdampak.

Fauzan menegaskan, seluruh kondisi tersebut harus disampaikan secara jujur dan terbuka kepada dunia internasional. Menurut dia, tidak ditetapkannya bencana Aceh sebagai bencana nasional berpotensi menghambat percepatan penanganan, termasuk akses terhadap bantuan yang lebih luas dan terkoordinasi.

“Jangan sampai Aceh hanya dianggap penting ketika sumber daya alamnya dibutuhkan, tetapi dilupakan saat rakyatnya menderita. Kondisi Aceh sudah sangat kritis dan membutuhkan perhatian serius serta pemulihan yang cepat, adil, dan berkelanjutan,” pungkas Fauzan.

Ia berharap, suara dari Aceh dapat menjadi dorongan moral dan politik agar penanganan bencana dilakukan secara lebih komprehensif, sekaligus menjadi momentum untuk menghentikan praktik perusakan lingkungan yang terus berulang.

Posting Terkait

JANGAN LEWATKAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *