Selama masa transisi ini, ketentuan iuran yang berlaku masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2022.
Jakarta – Iuran BPJS Kesehatan akan mengalami penyesuaian dengan diterapkannya sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3 yang saat ini berlaku Mulai tahun 2025.
Ketentuan terkait penerapan tarif baru iuran BPJS Kesehatan pada Juli 2025 diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024, yang merupakan perubahan ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Namun, Besaran iuran baru BPJS Kesehatan belum ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024. Menurut Pasal 103B Ayat (8) Perpres 59/2024, Presiden Jokowi memberikan tenggat waktu hingga 1 Juli 2025 untuk menetapkan iuran, manfaat, dan tarif pelayanan tersebut, seperti dilansir CNBC Indonesia, Kamis (30/1/2025).
Lantas bagaimana dengan iuran saat ini per 30 Januari 2025?
Selama masa transisi ini, ketentuan iuran yang berlaku masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2022, yang merupakan aturan lama sebelum diterbitkannya Perpres Nomor 59 Tahun 2024.
Dalam ketentuan iuran Perpres 63/2022, terdapat beberapa skema perhitungan iuran peserta. Yang pertama adalah peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, di mana iurannya langsung dibayarkan oleh Pemerintah.
Kedua, iuran bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) di lembaga pemerintahan, seperti Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri, ditetapkan sebesar 5% dari gaji atau upah per bulan. Pembayaran iuran ini dibagi menjadi dua, yaitu 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta.
Ketiga, bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang bekerja di perusahaan BUMN, BUMD, dan swasta, iuran ditetapkan sebesar 5% dari gaji atau upah per bulan. Rincian pembayaran iuran adalah 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta.
Keempat, untuk keluarga tambahan peserta Pekerja Penerima Upah (PPU), yang meliputi anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua, besaran iuran ditetapkan sebesar 1% dari gaji atau upah per orang per bulan. Iuran ini dibayar secara mandiri oleh pekerja penerima upah.
Kelima, untuk keluarga tambahan lainnya dari peserta Pekerja Penerima Upah (PPU), seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, serta peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja, memiliki perhitungan iuran yang berbeda. Berikut adalah rincian perhitungannya:
1. Iuran untuk kelompok tersebut ditetapkan sebesar Rp42.000 per orang per bulan, dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas III.
– Khusus untuk kelas III, pada periode Juli-Desember 2020, peserta membayar iuran sebesar Rp25.500 per bulan. Sementara itu, pemerintah memberikan bantuan iuran sebesar Rp16.500 per bulan untuk melengkapi kekurangan iuran.
– Mulai 1 Januari 2021, iuran peserta kelas III dinaikkan menjadi Rp35.000 per bulan. Pemerintah masih memberikan bantuan iuran sebesar Rp7.000 per bulan untuk peserta kelas III tersebut.
2. Iuran untuk kelas II ditetapkan sebesar Rp100.000 per orang per bulan, dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas II.
2. Iuran untuk kelas I ditetapkan sebesar Rp150.000 per orang per bulan, dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan kelas I.
Keenam, iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, serta keluarga mereka seperti janda, duda, atau anak yatim piatu, ditanggung sepenuhnya oleh Pemerintah. Besaran iuran ini dihitung sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil (PNS) golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan.
Berikut ini aturan mengenai denda keterlambatan pembayaran iuran:
Di dalam aturan ini juga diatur mengenai ketentuan pembayaran iuran, yaitu pembayaran paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Selain itu, mulai 1 Juli 2026, tidak akan dikenakan denda bagi peserta yang terlambat membayar iuran. Namun, denda tetap akan dikenakan jika peserta mendapatkan layanan kesehatan rawat inap dalam 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali.
Menurut Perpres 64/2020, besaran denda pelayanan adalah sebesar 5% dari biaya diagnosa awal pelayanan kesehatan rawat inap, dikalikan dengan jumlah bulan tertunggak, dengan ketentuan sebagai berikut:
Berikut adalah kalimat yang lebih rapi dan sempurna:
1. Jumlah bulan tertunggak yang diperhitungkan untuk denda pelayanan maksimal adalah 12 bulan.
2. Besaran denda pelayanan kesehatan rawat inap yang dikenakan memiliki batas maksimum sebesar Rp30.000.000.
3. Bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU), biaya denda pelayanan kesehatan rawat inap ditanggung sepenuhnya oleh pemberi kerja.
Komentar