Dirut ASDP Nonaktif Diduga Akali Aturan Akuisisi PT JN

Kerugian Negara Hampir Rp 900 Miliar

KPK Bongkar Dugaan Korupsi Akuisisi PT JN, Berdasarkan hasil sementara, kesepakatan akuisisi antara PT ASDP dan PT JN yang mencapai nilai Rp 1,2 triliun diduga menyebabkan kerugian negara hingga hampir Rp 900 miliar.

 

 

Jakarta – Dirut ASDP Nonaktif Diduga Akali Aturan Akuisisi PT JN (Jembatan Nusantara), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus dugaan korupsi yang melibatkan jajaran direksi nonaktif PT ASDP (Persero). Dirut (Direktur Utama) nonaktif PT ASDP, Ira Puspadewi, diduga merekayasa aturan dalam proses akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) beserta 53 unit kapal yang tidak layak operasi.

Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, menjelaskan bahwa pada tahun 2018, Ira Puspadewi, selaku Dirut (Direktur Utama) PT ASDP saat itu, menyetujui tawaran akuisisi yang diajukan pemilik PT JN, Adjie. Adjie sendiri kini juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Menurut KPK, Ira bersama Adjie merancang seluruh proses akuisisi dengan cara yang diduga melanggar aturan perusahaan. Dalam praktiknya, mereka diduga berkolaborasi dengan dua tersangka lainnya, yakni Harry Muhammad Adhi Caksono, selaku Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP, serta Yusuf Hadi, yang menjabat sebagai Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP.

KPK terus mendalami kasus ini untuk mengungkap lebih jauh modus serta potensi kerugian negara akibat dugaan korupsi tersebut.

“Pada saat itu Saudara IP selaku Direktur Utama memerintahkan pada bawahannya untuk membuat satu aturan internal atau Peraturan Direksi terkait dengan proses akuisisi tersebut dengan berbagai hal yang dikecualikan, yang bertentangan dengan aturan di atasnya. Nah, setelah ada payung hukum secara internal di ASDP, proses akuisisi pun dilaksanakan,” jelas Budi dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, sebagaimana dilansir detikNews, Kamis (13/2/2025).

BACA JUGA  Mualem Hadiri Pelantikan Tiga Anggota Baru DPRA

Pada tahun 2019, Ira diduga melakukan praktik window dressing atau manipulasi laporan keuangan guna memperbaiki citra kinerja PT JN. Langkah ini bertujuan agar perusahaan terlihat lebih sehat secara finansial, yang kemudian menjadi dasar bagi Ira dan Adjie untuk menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait kerja sama usaha.

Setelah MoU diteken, Ira menyusun dan mengirimkan surat kepada jajaran Komisaris PT ASDP serta Kementerian BUMN. Surat yang ditujukan kepada Dewan Komisaris berisi permohonan persetujuan tertulis terkait rencana kerja sama pengoperasian kapal dengan PT JN Group. Sementara itu, surat kepada Kementerian BUMN mencantumkan permohonan persetujuan akuisisi perusahaan.

Namun, secara prosedural, setiap permohonan izin yang diajukan ke Kementerian BUMN seharusnya terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris PT ASDP. Dalam kasus ini, Dewan Komisaris hanya diberi informasi mengenai rencana kerja sama akuisisi, bukan persetujuan final terkait akuisisi itu sendiri.

Setelah proses akuisisi rampung, Ira justru mengembalikan aturan yang sebelumnya melarang PT ASDP untuk mengakuisisi perusahaan lain. Kemudian, pada tahun 2020, perubahan Peraturan Direksi dan revisi Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dilakukan, yang pada akhirnya mengarah pada keputusan untuk mengakuisisi 53 kapal milik PT JN.

Keputusan ini menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi dalam proses akuisisi tersebut. Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak terkait mengenai dampak dan implikasi hukum atas kebijakan tersebut.

“Memang kapal-kapal yang diakuisisi oleh perusahaan ASDP atau PT ASDP ini sebenarnya tidak layak dilakukan akuisisi. Karena umurnya dari 53 kapal yang berumur di bawah 22 tahun hanya 11 kapal, sedangkan sisanya sebanyak 42 kapal kurang lebih 10 umurnya hampir 60 tahun, kemudian 20-an umurnya di atas 30-an tahun,” kata Budi.

BACA JUGA  Nusron Copot 6 Pejabat Terkait Kasus Pagar Laut

“Jadi ini yang membuat keyakinan dari kami tim penyidik serta JPU bahwa memang telah terjadi perbuatan melawan hukum yang mengakibatkan kerugian keuangan negara yang hingga hari ini kami estimasi,” sambungnya.

Budi mengungkapkan bahwa dalam proses penentuan harga akuisisi, Ira dan Adjie menggunakan jasa Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk melegitimasi hasil negosiasi. Namun, KJPP tersebut diduga tidak melakukan valuasi sesuai prosedur yang seharusnya, melainkan hanya memasukkan nilai berdasarkan hasil negosiasi yang telah disepakati sebelumnya.

Lebih lanjut, Budi menjelaskan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berkoordinasi dengan auditor guna menghitung potensi kerugian negara akibat transaksi tersebut. Berdasarkan hasil sementara, kesepakatan akuisisi antara PT ASDP dan PT JN yang mencapai nilai Rp 1,2 triliun diduga menyebabkan kerugian negara hingga hampir Rp 900 miliar.

Saat ini, penyelidikan masih berlangsung untuk mengungkap lebih lanjut dugaan penyimpangan dalam proses akuisisi tersebut serta menelusuri pihak-pihak yang bertanggung jawab atas potensi kerugian negara yang sangat besar ini.

“Untuk proses akuisisi tersebut ada kurang lebih Rp 900 miliar yang loss atau hilang,” ungkapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *