Hamas Terdesak, Israel-AS Susun Rencana Akhir di Gaza

Hamas telah kehilangan hampir 20.000 pejuangnya, menurut perkiraan IDF dan kehilangan sebagian besar kepemimpinannya, kelompok itu masih mampu merekrut ribuan anggota baru.

 

 

Jakarta – Hamas kini berada di titik ketidakpastian setelah Israel mengancam akan melanjutkan serangannya di Jalur Gaza dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat. Kedua negara telah mulai menyusun rencana pascaperang untuk menyingkirkan kelompok tersebut dari kekuasaan.

Namun, di tengah konflik yang telah mengguncang Timur Tengah, para analis berselisih pendapat mengenai kemungkinan kekalahan total Hamas. Sebagai kelompok Islamis yang telah berakar selama lebih dari empat dekade dan mendominasi perjuangan bersenjata Palestina, banyak yang mempertanyakan apakah Hamas dapat benar-benar dihancurkan. Meski begitu, sebagian besar pengamat sepakat bahwa titik penentuan semakin dekat.

“Kita semakin mendekati perlawanan terakhir dan pertempuran yang menentukan,” ujar Amir Avivi, brigadir jenderal cadangan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) sekaligus ketua Forum Pertahanan dan Keamanan Israel di Tel Aviv, Sebagaimana dilansir Newsweek, Jumat, (14/2/2025).

Avivi mengakui bahwa meskipun Hamas telah kehilangan hampir 20.000 pejuangnya, menurut perkiraan IDF dan kehilangan sebagian besar kepemimpinannya, kelompok itu masih mampu merekrut ribuan anggota baru dan mencoba untuk berkumpul kembali selama periode gencatan senjata yang terjadi sekitar sebulan lalu.

Lebih lanjut, dengan gencatan senjata sementara yang kini di ambang kehancuran, Avivi yakin bahwa jika IDF melancarkan serangan berskala penuh dan sistematis terhadap Gaza, Hamas akan segera dikalahkan.

Dalam Perkembangan ini menandakan fase baru dalam konflik yang berkepanjangan, dengan dampak yang berpotensi mengubah peta politik dan keamanan di kawasan Timur Tengah.

Bertahan Hidup di ‘Neraka’

Ketegangan antara Hamas dan Israel semakin meningkat seiring dengan saling tuding atas gentingnya gencatan senjata yang telah berlangsung. Situasi ini mencerminkan narasi yang saling bertentangan sepanjang konflik yang telah berlangsung selama 16 bulan.

BACA JUGA  KPK Geledah Rumah Djan Faridz, Bawa 3 Koper

Hamas menuduh pasukan Israel melanggar kesepakatan hampir 270 kali sejak gencatan senjata mulai diberlakukan pada 19 Januari, sehari sebelum pelantikan Presiden AS Donald Trump. Setelah pertukaran tahanan kelima yang dilakukan pekan lalu, sayap militer Hamas, Brigade Al-Qassam, mengumumkan pada Senin bahwa mereka akan menunda pertukaran berikutnya hingga IDF mengoreksi dugaan pelanggarannya.

Presiden Trump, yang mengklaim peran kunci dalam terobosan perjanjian pada 15 Januari, berdasarkan kesepakatan awal yang dirancang oleh pendahulunya memberikan ultimatum kepada Hamas. Ia memperingatkan bahwa kelompok tersebut harus membebaskan seluruh 76 sandera yang tersisa paling lambat pukul 12 siang pada 15 Februari, atau perjanjian akan dibatalkan sepenuhnya, dan “kekacauan akan terjadi.” Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu segera mendukung ultimatum ini dengan memerintahkan mobilisasi pasukan di dalam dan sekitar Gaza.

Menanggapi situasi yang semakin genting, Amir Avivi, brigadir jenderal cadangan Pasukan Pertahanan Israel (IDF), menilai Hamas kini menghadapi dua pilihan sulit. “Mereka bisa membebaskan seluruh sandera dan meninggalkan Gaza sepenuhnya,” ujarnya.

“Jika mereka menghentikan pembebasan sandera, IDF pada akhirnya akan melancarkan serangan skala penuh yang bersifat menentukan, mengakhiri perang, dan mencapai tujuan utama: menghancurkan Hamas sebagai entitas pemerintahan dan militer.”

Dengan gencatan senjata yang berada di ujung tanduk, dunia kini menunggu apakah Hamas akan memenuhi tuntutan tersebut atau menghadapi serangan besar-besaran dari Israel yang berpotensi mengubah dinamika perang di Gaza.

Komentar