Laskar Panglima Nanggroe Kecam Pertamina: Hormati Hak Aceh!

sikap Pertamina yang terkesan birokratis dan berlindung di balik regulasi pusat merupakan bentuk pelecehan terhadap kekhususan Aceh yang telah dijamin dalam MoU Helsinki serta Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).

 

 

Banda Aceh – Ketua Umum Laskar Panglima Nanggroe, Sulaiman Manaf, melontarkan kritik tajam terhadap PT Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagut terkait respons lamban terhadap kebijakan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf (Mualem) yang mengusulkan penghapusan sistem barcode (kode QR) di seluruh SPBU Aceh. Pihak Pertamina beralasan masih perlu berkoordinasi dengan pemerintah pusat sebelum mengambil langkah lebih lanjut.

Menurut Sulaiman, sikap Pertamina yang terkesan birokratis dan berlindung di balik regulasi pusat merupakan bentuk pelecehan terhadap kekhususan Aceh yang telah dijamin dalam MoU Helsinki serta Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).

“Aceh bukan daerah jajahan! Jangan main akal-akalan dengan dalih koordinasi ke pusat. Jika Gubernur Aceh sudah mengambil keputusan, maka Pertamina harus mematuhinya. Ini bukan sekadar soal barcode, ini tentang harga diri dan hak Aceh yang telah dijamin dalam perjanjian damai,” tegas Sulaiman pada Jumat, 14 Februari 2025.

Aceh Punya Kewenangan Penuh

Sulaiman menegaskan bahwa berdasarkan Pasal 1.1.2 MoU Helsinki, Aceh memiliki kewenangan penuh dalam urusan ekonomi, termasuk pengelolaan sumber daya alam dan kebijakan energi. Dengan demikian, keputusan gubernur tidak bisa begitu saja diabaikan oleh perusahaan negara yang beroperasi di Aceh.

“Regulasi barcode BBM ini selama ini lebih banyak merugikan rakyat kecil, terutama nelayan, petani, dan pedagang kecil. Mereka kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi karena sistem yang rumit dan aturan yang sering kali tumpang tindih,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan mengapa sistem barcode ini tidak diterapkan secara ketat di seluruh Indonesia jika memang bertujuan untuk memastikan subsidi tepat sasaran.

BACA JUGA  Ini Harapan Almuniza kepada Menteri Kebudayaan RI

“Kenapa hanya Aceh yang dipaksa tunduk pada aturan ini? Apakah ini upaya terselubung untuk mengontrol Aceh secara ekonomi?” imbuhnya.

Desakan untuk Menghormati Keputusan Aceh

Lebih lanjut, Sulaiman menegaskan bahwa jika Pertamina tetap bersikeras berlindung di balik birokrasi pusat dan menghambat kebijakan yang telah ditetapkan oleh Gubernur Aceh, maka rakyat Aceh harus bersatu untuk menolak kebijakan yang tidak berpihak pada mereka.

“Jika Pertamina terus bersikap keras kepala, kami siap turun ke jalan! Rakyat Aceh tidak akan tinggal diam jika hak mereka terus diabaikan. Jakarta harus sadar bahwa Aceh bukan tanah tak bertuan, dan keputusan gubernur adalah harga mati!” ancamnya.

Sulaiman mendesak Pertamina segera menyesuaikan kebijakannya tanpa perlu menunggu arahan dari pemerintah pusat. Ia menegaskan bahwa Aceh memiliki hak untuk menentukan kebijakan yang berpihak kepada rakyatnya, bukan sekadar mengikuti aturan pusat yang kerap berpihak kepada kepentingan oligarki energi.

“Jangan ajari Aceh soal kedaulatan. Kami sudah cukup bersabar. Jika kalian tetap menghalangi, jangan salahkan jika rakyat Aceh yang akan bergerak!” pungkasnya.

Kini, keputusan ada di tangan Pertamina: Apakah mereka akan menghormati kekhususan Aceh, atau tetap menjadi perpanjangan tangan birokrasi pusat yang sering kali mengabaikan suara rakyat daerah?

Komentar