Ketua DPRA, Zulfadli bersama Wagub Aceh Fadlullah, mengambil langkah strategis untuk meredakan ketegangan politik yang sempat mencuat di Aceh.
Banda Aceh – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadli atau yang akrab disapa Abang Samalanga, bersama Wakil Gubernur Aceh, Fadlullah, mengambil langkah strategis untuk meredakan ketegangan politik yang sempat mencuat di Aceh.
Dalam pertemuan yang dihadiri sejumlah tokoh politik dan pemimpin partai, kedua pemimpin sepakat untuk mengakhiri polemik terkait pengangkatan Al-Hudri sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh. Langkah ini dinilai sebagai solusi konstruktif guna menjaga stabilitas pemerintahan yang baru terbentuk.
Pertemuan berlangsung dalam suasana kondusif dan turut dihadiri oleh tokoh senior seperti Abu Razak, Sulaiman Abda, serta Juanda Djamal. Kesepakatan ini menjadi sinyal positif bagi iklim politik di Aceh, yang baru dua pekan memasuki era kepemimpinan pasangan Mualem–Dek Fad sejak pelantikan mereka oleh Menteri Dalam Negeri pada 12 Februari 2025.
Koordinator Elemen Sipil, Verri Al Buchari, mengapresiasi langkah rekonsiliasi ini sebagai bentuk kepemimpinan visioner yang mengutamakan kepentingan rakyat.
“Kesepakatan ini bukan sekadar penyelesaian konflik politik, tetapi juga mencerminkan kebijaksanaan dalam menjaga stabilitas dan memastikan roda pemerintahan berjalan efektif,” ujarnya.
Sebelumnya, pengangkatan Plt. Sekda Aceh memicu pro dan kontra di kalangan masyarakat dan elite politik. Sebagian mendukung sikap Ketua DPRA, sementara yang lain berpihak pada Wakil Gubernur yang melantik Al-Hudri. Polemik ini berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan, mengingat transisi kepemimpinan yang masih dalam tahap awal.
Namun, kesediaan kedua pemimpin untuk menempuh jalur musyawarah mendapat apresiasi luas, termasuk dari berbagai elemen sipil yang melihatnya sebagai fondasi penting bagi pembangunan Aceh ke depan.
“Kesepakatan ini sejalan dengan visi pemerintahan saat ini, ‘Aceh Maju Ngen Meuseuraya,’ yang menekankan pentingnya kolaborasi dalam membangun daerah. Dengan rekonsiliasi ini, harapan untuk kemajuan Aceh kembali terbuka lebar,” tambah Verri.
Harmoni antara legislatif dan eksekutif menjadi faktor penting dalam memastikan jalannya pemerintahan yang efektif. Jika konflik dibiarkan berlarut-larut, dampaknya dapat menghambat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, semangat ishlah ini diharapkan dapat terus dipertahankan sebagai komitmen bersama dalam membangun Aceh yang lebih maju dan bermartabat.
Kesepakatan ini membuka peluang besar bagi Aceh untuk melangkah lebih jauh dalam pembangunan. Kini, harapan masyarakat bertumpu pada keberlanjutan kerja sama yang solid antara para pemimpin daerah.
“Dukungan dan pengawalan dari seluruh elemen masyarakat menjadi kunci untuk mewujudkan Aceh yang harmonis, sejahtera, dan berdaya saing,” pungkasnya.