Pajak Wajib Dibayar, Sanksi Mengancam Bagi yang Terlambat Melaporkan SPT
Jakarta – Bertahun-tahun tak lapor SPT pajak, ini merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh seluruh masyarakat Indonesia sebagai kontribusi terhadap pembangunan negara. Oleh karena itu, ketidakpatuhan dalam pembayaran pajak, termasuk keterlambatan dalam melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT), dapat berujung pada pemberian sanksi baik administratif maupun pidana.
Secara umum, pelaporan SPT Tahunan untuk badan usaha harus dilakukan paling lambat pada 30 April, sementara untuk wajib pajak pribadi, batas waktu pelaporannya adalah 31 Maret setiap tahunnya. Pelaporan SPT ini merupakan bagian dari sistem perpajakan Indonesia yang menganut prinsip self-assessment, di mana wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajaknya.
Namun, meskipun kewajiban ini bersifat wajib, masih ada sejumlah wajib pajak yang tidak melaporkan SPT mereka tepat waktu. Tindak kelalaian ini tentu saja berpotensi mengundang sanksi yang dapat berdampak signifikan bagi wajib pajak yang bersangkutan. Sanksi tersebut terdiri dari sanksi administratif dan pidana yang diatur dalam Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Bertahun-tahun tak lapor SPT Pajak, Untuk sanksi administratif, wajib pajak yang terlambat melaporkan SPT akan dikenakan denda sebagai berikut:
- Rp500.000 untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
- Rp100.000 untuk SPT Masa lainnya,
- Rp1.000.000 untuk SPT Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan,
- Rp100.000 untuk SPT PPh Wajib Pajak Perorangan.
Sementara itu, dalam Pasal 39 UU KUP, diatur pula sanksi pidana bagi mereka yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT atau memberikan informasi yang tidak benar atau tidak lengkap, yang dapat merugikan pendapatan negara. Sanksi pidana yang dapat dijatuhkan berupa hukuman penjara antara enam bulan hingga enam tahun, serta denda yang besarnya antara dua hingga empat kali jumlah pajak yang kurang dibayar atau tidak dibayar sama sekali.
“Sanksinya adalah pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun. Sedangkan dendanya paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar,” dikutip dari situs resmi Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Kemenkeu, seperti dilansir CNBC Indonesia, Selasa (28/3/2023).
Pelaporan SPT Tahunan dapat dilakukan baik secara langsung di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat atau melalui sistem online. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat hingga 12 Februari 2025, sebanyak 3,33 juta SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) telah dilaporkan, menunjukkan peningkatan sekitar 3,73% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 3,21 juta wajib pajak.
“Sampai dengan tanggal 12 Februari 2025 pukul 23.59 WIB, terdapat sebanyak 3,33 juta SPT Tahunan PPh yang sudah disampaikan,” dikutip dari keterangan tertulis DJP nomor KT-06/2025, Jumat (21/2/2025).
Rinciannya, 3,23 juta di antaranya adalah pelaporan oleh wajib pajak pribadi, sementara 103.000 lainnya merupakan pelaporan dari wajib pajak badan. Sebagian besar pelaporan SPT, yakni 3,26 juta, dilakukan secara elektronik melalui e-Filing, sementara sekitar 75.770 pelaporan disampaikan secara manual.
“Adapun penyampaian SPT Tahunan yang dilaporkan melalui saluran elektronik yaitu sebesar 3,26 juta, sementara yang disampaikan secara manual sebesar 75,77 ribu,” ungkap Ditjen Pajak.
Meskipun sistem Coretax telah diperkenalkan sejak 1 Januari 2025, pelaporan SPT Tahunan untuk tahun 2024 yang wajib disampaikan pada 2025 masih menggunakan sistem e-Filing. Penggunaan sistem Coretax baru akan diberlakukan untuk pelaporan SPT Tahunan tahun 2025 yang akan dilaporkan pada tahun 2026.
Penting bagi setiap wajib pajak untuk memenuhi kewajiban perpajakannya tepat waktu guna menghindari sanksi serta untuk mendukung kelancaran sistem keuangan negara.
Komentar