Khamenei Tegaskan Iran Tidak Akan Diintimidasi untuk Berunding dengan AS.
Jakarta – Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menegaskan pada Sabtu (8/3) waktu setempat bahwa Iran tidak akan tunduk pada tekanan atau intimidasi untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat (AS). Pernyataan ini disampaikan sehari setelah Presiden AS, Donald Trump, mengklaim telah mengirim surat kepada pihak berwenang di Teheran, mendorong Iran untuk memulai perundingan terkait program nuklir mereka.
Menurut laporan yang diterbitkan oleh Reuters, yang mengutip media pemerintah Iran pada Minggu (9/3/2025), Khamenei mengatakan dalam sebuah pertemuan dengan pejabat senior Iran bahwa tujuan AS adalah untuk memaksakan agenda mereka.
Khamenei menegaskan, “”Kegigihan beberapa pemerintah yang suka mengintimidasi dalam berunding bukanlah untuk menyelesaikan masalah. Bagi mereka, berunding adalah jalan untuk mengajukan tuntutan baru, bukan hanya tentang masalah nuklir Iran. Iran jelas tidak akan menerima harapan mereka,” kata Khamenei, meskipun tidak secara langsung menyebutkan nama Trump, seperti dilansir CNBCIndonesia.com.
Sebagai pemegang keputusan akhir dalam kebijakan luar negeri Iran, Khamenei menekankan bahwa tidak ada alternatif selain melawan paksaan dan intimidasi yang dilakukan oleh negara-negara besar.
“Mereka mengajukan tuntutan baru yang tentu saja tidak akan diterima oleh Iran, seperti kemampuan pertahanan, jangkauan rudal, dan pengaruh internasional kami.”tambahnya.
Pernyataan Khamenei ini muncul sehari setelah Trump menyatakan bahwa ia sedang berupaya mengundang Iran untuk berunding terkait program nuklir mereka. Trump menegaskan bahwa ada dua opsi untuk menangani Iran: melalui pendekatan militer atau dengan mencapai kesepakatan untuk mencegah Iran memperoleh senjata nuklir.
Menanggapi pernyataan Khamenei, Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Brian Hughes, menegaskan kembali pilihan yang telah disampaikan oleh Trump, yakni antara negosiasi atau tindakan militer.
Hughes juga menekankan,”Kami berharap Rezim Iran mengutamakan rakyatnya dan kepentingan terbaiknya di atas teror,” kata Hughes dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, meskipun Trump menyatakan keterbukaannya untuk bernegosiasi dengan Teheran, pemerintahannya terus melanjutkan kebijakan “tekanan maksimum” yang diterapkan selama masa jabatan pertama, dengan tujuan mengisolasi Iran dari ekonomi global dan menghentikan ekspor minyaknya.
Selama masa jabatannya pada 2017-2021, Trump menarik AS dari kesepakatan nuklir internasional dengan Iran yang membatasi pengembangan senjata nuklir. Sejak saat itu, Iran telah melanggar kesepakatan tersebut dengan melampaui batasan pengayaan uranium yang disepakati.
Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA), Rafael Grossi, mengungkapkan bahwa waktu untuk mencapai solusi diplomatik semakin sempit, mengingat Iran terus mempercepat pengayaan uranium hingga mendekati tingkat senjata. Meski demikian, Teheran menegaskan bahwa program nuklir mereka hanya bertujuan untuk kepentingan damai.
Iran juga mempertahankan klaim bahwa program rudal balistiknya bersifat defensif, meskipun program ini dipandang oleh negara-negara Barat sebagai faktor yang semakin memperburuk ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah yang penuh konflik.
Dalam beberapa bulan terakhir, Iran juga telah memperkenalkan pengembangan baru dalam persenjataan konvensionalnya, termasuk kapal induk drone pertama dan pangkalan angkatan laut bawah tanah, di tengah meningkatnya ketegangan dengan AS dan Israel.
Komentar