KPK Tetapkan Enam Tersangka Terkait Dugaan Suap Proyek di Dinas PUPR OKU.
Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan.
Penetapan tersebut menyusul hasil Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan pada Sabtu (15/3) oleh tim penindakan KPK.
Dalam OTT tersebut, KPK mengamankan delapan orang yang kemudian diperiksa intensif selama 24 jam. Dari hasil pemeriksaan, KPK memutuskan untuk menaikkan status perkara ini ke tahap penyidikan dan menetapkan enam orang sebagai tersangka. Dua orang lainnya masih berstatus sebagai saksi atau terperiksa.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah KPK menemukan bukti permulaan yang cukup mengenai dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten OKU untuk periode tahun anggaran 2024-2025.
“Berdasarkan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji dalam pengadaan barang dan jasa di Dinas PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu tahun 2024-2025, semua sepakat untuk dinaikkan ke tahap penyidikan dan menetapkan status tersangka,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, dikutip dari CNNIndonesia.com, Minggu (16/3) petang.
Keempat tersangka yang berperan sebagai penerima suap adalah Kepala Dinas PUPR Kabupaten OKU, Nopriansyah (NOV); Ketua Komisi III DPRD OKU, M. Fahrudin (MFR); Anggota Komisi III DPRD OKU, Ferlan Juliansyah (FJ); dan Ketua Komisi II DPRD OKU, Umi Hartati (UH). Dua tersangka lainnya berasal dari pihak swasta, yakni M. Fauzi alias Pablo (MFZ) dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).
Keenam tersangka kini ditahan selama 20 hari pertama terhitung sejak hari ini, 16 Maret 2025, hingga 4 April 2025. Kasus ini bermula dari pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten OKU Tahun 2025, di mana tiga anggota DPRD setempat meminta uang ‘pokir’ yang kemudian diubah menjadi fee proyek-proyek di Dinas PUPR OKU.
Ketua dan Wakil Ketua DPRD OKU masing-masing menerima persentase yang berbeda terkait aliran dana tersebut.
Komentar