Kasus ini semakin memperburuk ketidakpercayaan masyarakat Aceh terhadap institusi TNI. Kejadian ini mengingatkan kita pada sejarah kelam masa konflik Aceh, di mana praktik kejam seperti eksekusi di luar hukum.
Banda Aceh – Oknum TNI AL membunuh bos rental mobil, Kejadian brutal kembali mencoreng wajah Institusi Negara. Pada Jumat, 13 Maret 2025, keluarga Hasfiani, alias Imam bin Jafaruddin, melaporkan kehilangan anggota keluarganya yang terakhir diketahui berada dalam perjalanan bersama mobil miliknya. Hasfiani, yang dikenal sebagai bos rental mobil di Aceh Utara, hilang secara misterius, meninggalkan tanda tanya besar di tengah keluarga dan kerabat.
Namun, harapan keluarga untuk menemukan Hasfiani dalam keadaan selamat sirna pada Senin pagi, 17 Maret 2025, setelah jasadnya ditemukan di semak belukar kawasan Gunung Salak, Aceh Utara. Lebih mengerikan lagi, jenazah korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan, terbungkus dalam karung. Fakta ini mengungkapkan betapa sadisnya tindakan yang dilakukan oleh pelaku.
Koordinator Elemen Sipil, Verri Al-Buchari, mengatakan, Yang lebih mengejutkan, informasi yang beredar menyebutkan bahwa pelaku adalah seorang Oknum anggota TNI AL—institusi yang seharusnya menjadi pelindung rakyat, bukan eksekutor pembunuhan keji. Bukannya menjunjung tinggi kehormatan dan disiplin militer, pelaku justru terlibat dalam tindakan kriminal yang biadab.
“Pelaku sangat layak dijatuhi vonis tertinggi sebagai bentuk keadilan bagi korban dan keluarganya,” Kata Koordinator Elemen Sipil
Verri menambahkan, berdasarkan ketentuan hukum, perbuatan ini memenuhi unsur Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana, yang mengancam pelaku dengan hukuman mati. Unsur mens rea (niat jahat) dan dolus premeditatus (kesengajaan dengan perencanaan terlebih dahulu) sangat jelas terpenuhi dalam kasus ini. Hal ini bisa dibuktikan karena pelaku membawa pistol saat akan melakukan transaksi. Tidak ada alasan bagi seorang TNI AL berpangkat Kelasi Dua untuk membawa senjata api, kecuali dalam tugas khusus atau keadaan tertentu.
Menurut Verri, pelaku sangat layak dijatuhi vonis hukaman sebagai bentuk keadilan bagi korban dan keluarganya. Kasus ini semakin memperburuk ketidakpercayaan masyarakat Aceh terhadap institusi TNI. Kejadian ini mengingatkan kita pada sejarah kelam masa konflik Aceh, di mana praktik kejam seperti eksekusi di luar hukum, pembungkusan mayat dalam karung, dan pembuangan korban ke jurang pernah terjadi. Luka lama masyarakat Aceh kembali tergores oleh perilaku oknum TNI yang terus mengulang pola-pola represif di luar hukum.
Yang lebih ironis, kata Verri, adalah fakta bahwa kasus ini terjadi ketika proses hukum terhadap oknum TNI AL yang terlibat dalam pembunuhan bos rental mobil di Banten masih berlangsung.
“Ini bukanlah kasus tunggal, melainkan pola kejahatan yang terus berulang tanpa ada langkah tegas dari institusi yang bersangkutan.” ujarnya Verry
Sebagai Koordinator Elemen Sipil, mereka menuntut:
- Proses hukum yang transparan dan akuntabel, termasuk vonis hukuman mati bagi pelaku sesuai dengan Pasal 340 KUHP.
- Evaluasi menyeluruh terhadap institusi TNI, khususnya dalam menangani disiplin prajurit dan tindakan kriminal yang dilakukan oleh anggotanya.
- Jaminan perlindungan bagi masyarakat sipil, agar tidak lagi menjadi korban kekerasan oleh oknum aparat yang seharusnya menjaga keamanan rakyat.
“Tidak ada tempat bagi tindakan kriminal di institusi yang seharusnya menjunjung tinggi kehormatan dan disiplin. Jika kasus ini tidak ditindak tegas, ketidakadilan akan terus merajalela dan kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum akan semakin terkikis,” tegas Verri.
Komentar