Wamendagri Kunjungi BSI Aceh, Dukung Inisiatif Banda Aceh sebagai Kota Parfum Indonesia.
Banda Aceh — Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto, bersama Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, mengunjungi Landmark Bank Syariah Indonesia (BSI) di Banda Aceh, Jumat (23/5/2025). Kunjungan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Seminar dan Lokakarya (Semiloka) bertajuk Road to Launching Banda Aceh Kota Parfum Indonesia.
Turut mendampingi dalam kegiatan tersebut antara lain Sekretaris Utama Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), Dessy Ruhati, serta Rektor Universitas Syiah Kuala (USK), Prof. Dr. Ir. Marwan, IPU. Kehadiran mereka disambut hangat oleh Regional CEO BSI Aceh, Wachjono, bersama jajaran pimpinan BSI lainnya.
Landmark BSI Aceh dipilih sebagai lokasi kunjungan karena posisinya yang strategis serta gedungnya yang representatif. Selain itu, BSI dinilai memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi syariah dan pengembangan kreativitas lokal di Aceh.
Semiloka ini bertujuan memperkuat sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, komunitas kreatif, serta dunia usaha dalam menyongsong peluncuran resmi Banda Aceh sebagai Kota Parfum Indonesia. Inisiatif tersebut diinisiasi oleh Pemerintah Kota Banda Aceh dan Universitas Syiah Kuala sebagai bentuk pengembangan ekonomi kreatif berbasis kekayaan alam lokal, seperti nilam, yang merupakan komoditas unggulan Aceh dalam industri parfum dunia.
Regional CEO BSI Aceh, Wachjono, menyampaikan komitmen BSI untuk terus mendukung UMKM lokal melalui berbagai program strategis, seperti pendampingan usaha, pembiayaan mikro, dan pelatihan digitalisasi. “Kami percaya kolaborasi antara BSI, kementerian, Pemko Banda Aceh, USK, dan para pelaku usaha lokal akan mempercepat pertumbuhan industri kreatif di Aceh. BSI sepenuhnya mendukung program ‘Banda Aceh Kota Parfum Indonesia’,” ujarnya.
Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, menyatakan bahwa inisiatif Kota Parfum mencerminkan semangat daerah dalam mengolah warisan lokal menjadi kekuatan ekonomi yang berkelanjutan.
“Kami ingin menggabungkan kekayaan aroma khas Aceh—seperti nilam, serai wangi, cengkeh, kopi, dan kayu manis—dengan teknologi, seni, dan kewirausahaan. Harapannya, lahir produk-produk unggulan lokal yang mampu bersaing di pasar nasional maupun global,” kata Illiza.
Ekonomi kreatif telah menjadi salah satu sektor unggulan nasional yang membuka banyak peluang pengembangan berbasis potensi lokal yang inovatif, inklusif, dan berkelanjutan. Sub-sektor industri parfum berbasis tanaman atsiri dinilai memiliki prospek besar untuk dikembangkan, mengingat tanaman tersebut tumbuh subur di wilayah Aceh.
Potensi tersebut akan lebih optimal jika didorong melalui kolaborasi lintas sektor—melibatkan pemerintah daerah, perguruan tinggi, komunitas kreatif, pelaku usaha, hingga pemangku kepentingan lainnya. Sinergi antara Pemko Banda Aceh dan USK diharapkan dapat memperkuat riset, inovasi, serta hilirisasi produk berbasis atsiri untuk membangun ekosistem ekonomi kreatif yang berdampak luas dan berkelanjutan.