Pemerintah Aceh Dorong Revisi UUPA, Tegaskan Komitmen dalam Bingkai NKRI.
Jakarta — Wakil Gubernur (Wagub) Aceh, H. Fadlullah, melakukan audiensi dengan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (KKK), Dr. Hasan Hasbi, di Gedung Pramuka, Jakarta Pusat, Senin (28/5/2025). Pertemuan tersebut membahas urgensi revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang telah memasuki usia hampir dua dekade, serta menegaskan pentingnya penguatan kekhususan Aceh dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam pertemuan yang berlangsung di lantai 14 Kantor KKK itu, Fadlullah menegaskan bahwa revisi UUPA merupakan langkah strategis untuk menyesuaikan kebijakan otonomi khusus Aceh dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan politik terkini.
“Selama 20 tahun sejak perjanjian damai ditandatangani, Aceh masih menghadapi tantangan serius seperti kemiskinan dan ketimpangan pembangunan. Revisi ini bukan soal menambah kekuasaan, tapi untuk memperkuat efektivitas otonomi Aceh dalam bingkai NKRI,” ujar Wagub Aceh
Ia juga menekankan bahwa Aceh hari ini telah jauh meninggalkan wacana separatis. Menurutnya, seluruh elemen masyarakat di Aceh telah satu suara dalam memperkuat komitmen terhadap persatuan nasional.
“Tidak ada lagi istilah ‘Merdeka Aceh’. Yang ada adalah tekad bersama membangun Aceh. Kami hadir bersama para tokoh lintas wilayah dan latar belakang politik untuk menunjukkan bahwa Aceh sepenuhnya berada dalam jalur kebangsaan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala KKK, Dr. Hasan Hasbi, menyambut baik semangat dan inisiatif yang disampaikan Wakil Gubernur Aceh dan delegasinya. Ia menjelaskan bahwa pihaknya memiliki peran strategis dalam merumuskan narasi dan substansi kebijakan nasional, termasuk usulan regulasi dari daerah.
“Kami bukan berada di garis depan pengambilan keputusan, tetapi memastikan bahwa konten dan narasi kebijakan yang masuk ke meja presiden telah terkoordinasi dengan baik. Revisi UUPA tentu akan kami dorong untuk dikaji secara proporsional dan konstitusional,” kata Hasan.
Ia menambahkan bahwa usulan perubahan regulasi, seperti penguatan otoritas fiskal Aceh, integrasi zakat sebagai pengurang pajak, serta akses perdagangan lintas batas, harus dirumuskan dengan mempertimbangkan sensitivitas publik dan harmoni antar lembaga.
“Setiap usulan harus dibingkai dalam norma dan standar yang jelas agar implementasinya tidak menimbulkan gesekan atau kontraproduktif,” ujarnya.
Beberapa poin strategis yang diangkat dalam pertemuan tersebut mencakup:
- Penyesuaian pasal-pasal UUPA terkait kewenangan khusus Aceh;
- Penguatan kapasitas fiskal melalui dana otonomi khusus (Otsus);
- Pengakuan zakat sebagai pengurang pajak secara formal; dan
- Pembukaan akses perdagangan lintas batas sebagai motor pertumbuhan ekonomi daerah.
Dengan semangat kolaboratif antara Pemerintah Aceh dan Pemerintah Pusat, revisi UUPA diharapkan menjadi langkah konkret dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Aceh, sekaligus memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.