Kenali Jenis Mahar yang Dilarang dalam Islam, Calon Pengantin Wajib Tahu.
Jakarta – Enam Jenis Mahar yang Dilarang dalam Islam, Mahar merupakan salah satu rukun penting dalam pernikahan yang harus dipenuhi oleh mempelai pria sebagai bentuk penghormatan, keseriusan, dan komitmen kepada calon istri. Dalam ajaran Islam, mahar bukan sekadar pemberian simbolis, melainkan bagian dari akad yang memiliki nilai ibadah dan hukum yang jelas.
Namun demikian, tidak semua bentuk mahar diperbolehkan. Dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid karya Ibnu Rusyd, dijelaskan bahwa terdapat sejumlah larangan terkait jenis mahar yang tidak sah dalam syariat Islam.
Berikut adalah beberapa jenis mahar yang dilarang:
- Benda Haram
Mahar berupa barang haram seperti minuman keras (khamr), daging babi, hewan yang belum ditangkap, atau buah yang belum matang tidak sah. Imam Malik bahkan menyatakan akad pernikahan menjadi batal jika mahar menggunakan benda-benda tersebut. - Barang Rusak atau Cacat
Jika mahar yang diberikan dalam kondisi rusak atau cacat, istri berhak menuntut mahar pengganti yang layak atau mahar mitsil sesuai standar wanita sekelasnya. - Titipan kepada Pihak Ketiga
Mahar harus diberikan langsung kepada calon istri, bukan kepada orang tua atau pihak ketiga. Jika tidak, maka akad pernikahan dianggap tidak sah karena bertentangan dengan prinsip dasar pemberian mahar. - Bercampur Unsur Jual Beli
Pemberian mahar yang dicampur dengan transaksi jual beli, seperti pembelian barang milik istri atau budak (pada masa lalu), tidak dibenarkan karena mencampuradukkan akad yang berbeda dan menghilangkan unsur keikhlasan. - Terlalu Memberatkan
Rasulullah SAW mengajarkan agar mahar tidak menjadi beban berat bagi calon suami. Pernikahan yang diberkahi, menurut beliau, adalah yang paling ringan maharnya (HR Ahmad). Mahar semestinya menjadi simbol cinta, bukan ajang pamer kekayaan. - Tidak Bernilai atau Tidak Jelas
Mahar yang tidak memiliki nilai manfaat, tidak jelas bentuknya, atau tidak bermanfaat bagi istri juga dilarang. Islam menganjurkan mahar berupa perhiasan, alat salat, atau layanan yang berguna.
Untuk itu, calon pengantin disarankan memastikan bahwa mahar yang akan diberikan sah menurut syariat: halal, bermanfaat, tidak memberatkan, dan jelas nilainya. Hal ini demi menjaga kesakralan akad dan keberkahan rumah tangga yang akan dibina.
