Aceh Bersatu! Empat Pulau Harus Kembali

Gubernur Aceh Tegaskan Kepemilikan Empat Pulau, Desak Kemendagri Batalkan Penetapan Wilayah.

 

 

Banda Aceh — Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, menggelar rapat khusus bersama anggota FORBES DPR dan DPD RI asal Aceh, Jumat malam (13/6/2025), untuk membahas status kepemilikan empat pulau di perbatasan Kabupaten Aceh Singkil (Aceh) dan Kabupaten Tapanuli Tengah (Sumatera Utara).

Pertemuan tersebut juga dihadiri pimpinan dan anggota DPRA, para ketua fraksi dan partai politik lokal, Plt Sekda Aceh, kepala SKPA dan biro, serta akademisi dan ulama dari berbagai wilayah Aceh.

Dalam forum tersebut, Muzakir Manaf—yang akrab disapa Mualem—menegaskan bahwa keempat pulau, yakni Panjang, Lipan, Mangkir Kecil, dan Mangkir Besar, merupakan bagian sah dari wilayah Aceh. Ia menolak tegas keputusan sepihak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang menetapkan keempat pulau itu sebagai bagian dari Sumatera Utara berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025.

“Pemerintah Aceh menolak keras penetapan sepihak ini. Berdasarkan bukti historis, hukum, dan administrasi, keempat pulau tersebut adalah milik Aceh,” tegas Mualem dalam pertemuan itu.

Mualem menjelaskan bahwa Pemerintah Aceh telah menyiapkan serangkaian langkah diplomatik dan administratif untuk mengembalikan status keempat pulau tersebut ke dalam wilayah Aceh. Ia menyebut, Kemendagri telah menjadwalkan pertemuan pada 18 Juni 2025, yang akan mempertemukan pihak-pihak terkait untuk membahas penyelesaian sengketa.

“Insya Allah, tanggal 18 nanti akan digelar rapat bersama Kemendagri. Pemerintah Aceh akan hadir dengan dokumen-dokumen yang memperkuat klaim wilayah,” ujar Mualem.

Dalam pertemuan internal itu, Pemerintah Aceh juga memaparkan dokumen pendukung berupa peta historis, arsip kolonial, hingga prasasti dan bukti administrasi yang menunjukkan keempat pulau berada di wilayah Aceh Singkil.

BACA JUGA  Pulau Milik Aceh Dikuasai Tapanuli? Ini Jawaban Pemerintah Aceh!

Selain isu batas wilayah, rapat tersebut turut membahas Revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang tengah diperjuangkan di tingkat pusat. Mualem menegaskan bahwa revisi tersebut harus mengacu pada semangat MoU Helsinki 2005 dan tidak boleh mengurangi kekhususan Aceh.

“Revisi UUPA harus memperkuat, bukan justru melemahkan kekhususan Aceh,” katanya.

Beberapa poin revisi yang diusulkan antara lain penegasan kewenangan Aceh dalam pengelolaan sumber daya alam, pelaksanaan perdagangan internasional, pengelolaan migas, hingga penegasan dana otonomi khusus agar tidak memiliki batas waktu.

Di akhir pertemuan, seluruh peserta sepakat untuk menyatukan sikap dan suara dalam memperjuangkan dua isu strategis tersebut, yaitu pengembalian empat pulau ke wilayah Aceh dan penyempurnaan regulasi UUPA.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *