Sebulan setelah kematian tragis Zara Qairina Mahathir, ribuan warga Malaysia menggelar aksi solidaritas di berbagai kota. Publik mendesak penyelidikan tuntas dan reformasi perlindungan siswa.
Jakarta – Sebulan setelah siswi berusia 13 tahun, Zara Qairina Mahathir, ditemukan tidak sadarkan diri di lantai dasar asramanya di Papar, gelombang aksi solidaritas terus bergulir di berbagai wilayah Malaysia. Puluhan ribu orang turun ke jalan, mengenakan pakaian hitam, sebagai bentuk duka dan protes atas kematian Zara yang hingga kini masih menyisakan tanda tanya besar.
Di Kota Kinabalu, ribuan orang memadati Padang Merdeka pada Jumat (15/8) sore. Mereka membawa plakat bertuliskan “Keadilan untuk Zara” dan “Tangkap Penjenayah”, sembari meneriakkan yel-yel menuntut keadilan. Aksi ini diorganisasi oleh sejumlah LSM Bumiputera, dengan izin resmi dari pemerintah kota dan pengawasan ketat kepolisian.
Dahari Malek, warga Semporna, menjadi salah satu peserta yang menempuh perjalanan jauh demi hadir dalam aksi tersebut. Bersama teman-temannya, ia mengendarai mobil hingga sembilan jam menuju Kudat untuk bergabung dalam unjuk rasa serupa beberapa hari sebelumnya, lalu melanjutkan perjalanan ke ibu kota negara bagian.

“Kami tidur di mobil. Saya merasa sedih sekaligus marah. Ini adalah nyawa seorang anak yang tidak bisa tergantikan. Sebagai seorang ayah, saya tidak bisa tinggal diam,” ujar Dahari
Melansir Malaymail, Solidaritas juga datang dari kelompok pengendara motor asal Tawau, yang menempuh perjalanan delapan jam. “Kami ingin menunjukkan dukungan. Harus ada yang bertanggung jawab. Ini tidak boleh dibiarkan begitu saja,” kata Mohammad Syah, salah satu peserta aksi.
Aksi di Kota Kinabalu diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan dan doa bersama, sebelum berlanjut dengan pidato, puisi, serta pertunjukan musik. Sejumlah tokoh publik hadir, termasuk Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Datuk Mustapha Sakmud.
Dalam pidatonya, Mustapha menegaskan bahwa dirinya hadir sebagai seorang ayah, bukan politisi. Ia juga membantah rumor yang mengaitkan keluarganya dengan kasus tersebut. “Yang terpenting adalah menemukan siapa yang bersalah. Polisi harus menuntaskan kasus ini, siapa pun pelakunya,” ujarnya.
Menteri Pariwisata, Kebudayaan, dan Lingkungan Hidup Sabah, Datuk Seri Christina Liew, juga hadir dalam pertemuan itu. Ia menekankan perlunya reformasi untuk melindungi siswa di sekolah berasrama. “Ini tidak boleh terulang. Sistem pendidikan harus menjamin keamanan setiap anak,” katanya.
Ketua Pemuda Warisan, Azis Jamman, menambahkan bahwa kematian Zara menandai perlunya penanganan serius terhadap kasus perundungan di sekolah. “Keadilan yang tertunda adalah keadilan yang diingkari,” ujarnya.
Aksi solidaritas tidak hanya berlangsung di Kota Kinabalu. Ribuan orang juga berkumpul di Tenom, Nabawan, dan Kota Belud, serta di berbagai kota lain seperti Sandakan, Tawau, Lahad Datu, dan Labuan. Di Kuala Lumpur, ratusan orang menggelar doa bersama di Dataran Merdeka, sementara dukungan dari luar negeri bermunculan melalui media sosial, termasuk dari Thailand dan Indonesia.

Kasus Zara kini ditangani langsung oleh satuan tugas kepolisian federal. Jaksa Agung telah memerintahkan penggalian jenazah untuk dilakukan otopsi ulang, setelah sebelumnya otopsi ditolak oleh pihak keluarga. Polisi juga menyatakan akan menindak aparat yang dianggap lalai dalam tahap awal penyelidikan.
Sementara itu, Kementerian Pendidikan Malaysia menonaktifkan sementara kepala sekolah, asisten senior, serta pengawas di SMKA Tun Datu Mustapha, sekolah tempat Zara bersekolah, hingga penyelidikan selesai.
Kematian Zara Qairina telah berkembang menjadi gerakan nasional yang memadukan duka, solidaritas, dan tuntutan reformasi. Publik menunggu, apakah kasus ini akan benar-benar menghadirkan keadilan bagi seorang siswi berusia 13 tahun yang hidupnya terenggut terlalu cepat.