Pendekatan humanis dan restoratif untuk perkuat ketahanan sosial dan lingkungan Aceh.
Banda Aceh — Pemerintah Aceh bersama Kejaksaan Tinggi Aceh menandatangani Nota Kesepakatan mengenai pelaksanaan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana. Penandatanganan yang berlangsung pada Selasa, 9 Desember 2025, di Ruang Rapat Sekda Aceh itu dipimpin oleh Sekretaris Daerah Aceh, M. Nasir, mewakili Gubernur Aceh Muzakir Manaf. Kegiatan turut dihadiri Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Yudi Triadi, Wakil Kepala Kejati Aceh Y. Erry Pudyanto Marwantono, jajaran SKPA terkait, serta para asisten Sekda Aceh.
Penandatanganan ini juga melibatkan bupati dan wali kota beserta kepala Kejaksaan Negeri se-Aceh. Sejumlah daerah hadir secara langsung, seperti Banda Aceh, Sabang, Aceh Jaya, Aceh Tenggara, dan Simeulue, sementara daerah lainnya mengikuti prosesi melalui sambungan Zoom.
Dalam sambutan Gubernur yang dibacakan Sekda, Pemerintah Aceh menegaskan bahwa kesepakatan tersebut merupakan langkah memperkuat sistem hukum yang lebih humanis. Pendekatan ini tidak hanya berorientasi pada penegakan keadilan, tetapi juga mengedepankan nilai kemanusiaan dan prinsip keadilan restoratif.
Melalui skema pidana kerja sosial, pelaku tindak pidana diarahkan menjalani hukuman yang mendidik dan produktif, seperti kegiatan kebersihan lingkungan, penataan ruang publik, hingga rehabilitasi fasilitas umum. Model pemidanaan alternatif ini diyakini memberi manfaat langsung bagi masyarakat sekaligus membuka peluang bagi pelaku untuk memperbaiki diri.
Pendekatan humanis ini dinilai relevan dengan kondisi Aceh yang menghadapi ancaman perubahan iklim dan meningkatnya frekuensi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor. Pelibatan pelaku pidana dalam upaya rehabilitasi lingkungan serta pemulihan daerah terdampak bencana dinilai dapat memperkuat ketahanan sosial dan ekologis, sekaligus menjadi wujud nyata penerapan keadilan restoratif di daerah.
Pemerintah Aceh juga menyampaikan apresiasi kepada Kejati Aceh atas komitmen dan kerja sama yang terbangun selama ini. Gubernur berharap kolaborasi tersebut melahirkan praktik penegakan hukum yang lebih humanis, efektif, dan tetap selaras dengan kearifan lokal masyarakat Aceh.







