“Dolar AS masih akan menjadi yang utama, tapi tidak akan seunik dulu,” ujar Rogoff, profesor ekonomi di Harvard University dan mantan kepala ekonom IMF.
Jakarta — Dominasi dolar AS sebagai mata uang global diperkirakan akan mengalami penurunan signifikan. Ekonom terkemuka Kenneth Rogoff dalam buku terbarunya, Our Dollar, Your Problem, menyatakan bahwa status istimewa dolar sebagai alat tukar internasional dan cadangan devisa dunia perlahan memudar.
“Dolar AS masih akan menjadi yang utama, tapi tidak akan seunik dulu,” ujar Rogoff, profesor ekonomi di Harvard University dan mantan kepala ekonom IMF, dikutip dari Harvard, Sabtu (24/5).
Buku yang ditulis sebelum pemilu AS 2024 ini memadukan analisis ekonomi makro dengan refleksi pribadi Rogoff selama tujuh dekade keterlibatan dalam dunia keuangan global—mulai dari masa mudanya sebagai pecatur di Blok Timur, hingga perannya dalam krisis ekonomi global sebagai pejabat IMF.
Rogoff menyoroti sejumlah faktor penyebab penurunan kekuatan dolar, termasuk defisit fiskal AS, suku bunga tinggi, dan risiko politisasi kebijakan moneter yang dapat menggerus independensi Federal Reserve. Ia juga menggarisbawahi meningkatnya tekanan eksternal, seperti penggunaan sanksi ekonomi oleh AS yang mendorong negara-negara seperti China mencari alternatif sistem keuangan global di luar dominasi dolar.

Dalam pandangannya, ketergantungan global terhadap dolar memberi keuntungan besar bagi AS—terutama dalam bentuk suku bunga pinjaman yang lebih rendah dan fleksibilitas fiskal saat krisis. Namun, Rogoff memperingatkan bahwa “keistimewaan” ini dapat lenyap sewaktu-waktu.
Judul buku ini terinspirasi dari pernyataan mantan Menteri Keuangan AS John Connally pada 1971, yang mengatakan kepada negara-negara lain: “It’s our dollar, but your problem.” Bagi Rogoff, pernyataan itu mencerminkan ironi historis—karena keputusan sepihak AS untuk mengakhiri konversi dolar ke emas justru menjadi awal dari ketidakstabilan moneter global.
Rogoff menyimpulkan bahwa dominasi dolar kini memasuki “usia paruh baya”, tetap dominan namun mulai melemah, terutama setelah kebijakan ekonomi era Presiden Donald Trump mempercepat tren global de-dolarisasi.