OJK dan Krisis Kepemimpinan Bank Aceh

“Penunjukan pejabat OJK di daerah oleh OJK Pusat, kebanyakan tidak miliki latar belakang perbankan dan minim pengalaman disektor industri jasa keuangan. ”Secara umum, banyak pejabat OJK yang kini ditempatkan di daerah justru tidak memiliki pengalaman di bidang perbankan. Sementara itu, para profesional yang memiliki latar belakang kuat di sektor perbankan justru tidak mendapat peluang untuk menduduki posisi strategis di jajaran pimpinan OJK di berbagai wilayah Indonesia,” ungkapnya.

Oleh : Hendro Saky

 

Dewan Komisaris Bank Aceh 18 Februari 2025, memberhentikan jabatan Fadhil Ilyas sebagai Pelaksana tugas direktur utama. Selanjutnya, M Hendra Supardi yang menjabat Direktur Dana dan Jasa, ditunjuk gantikan Fadhil Ilyas.

Usai peralihan jabatan Plt Direktur Utama Bank Aceh, Iskandar yang merupakan sekretaris perusahaan perbankan daerah itu menjelaskan bahwa, penujukan M Hendra Supardi sebagai Plt Dirut Bank Aceh telah mendapatkan pencatatan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh.

Kurun waktu berjalannya operasional Bank Aceh dibawah kepemipinan M Hendra Supardi sebagai pelaksana tugas direktur utama, nyaris tak ada persoalan mencuat.

Namun kemudian, pemegang saham pengendali (PSP) Bank Aceh, tanggal 14 Maret 2025, gelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Kegiatan tersebut, dipimpin langsung oleh Gubernur Muzakir Manaf dan dihadiri secara langsung sejumlah kepala daerah secara offline dan lainnya melalui zoom.

Hasil RUPSLB tangggal 14 Maret 2025 tersebut, diantaranya, memberhentkan Fadhil Ilyas sebagai Direktur Bisnis, memberhentikan Numairi sebagai Direktur Kepatuhan.

Kemudian, mengusulkan tiga nama, masing-masing Fadhil Ilyas, Muhammad Syah dan Syahrul, sebagai calon direktur utama dan mengikuti proses fit and propers test di OJK.

RUPSLB itu juga putuskan, mengusulkan dua nama, yakni Kafrawi dan Abdul Rafur sebagai direktur bisnis, serta Imamil Fadli dan Zulkarnaini sebagai direktur kepatuhan.

BACA JUGA  Layanan Operasional Bank Aceh Selama Libur Lebaran 1446 H

Keputusan itu, hanya menyisakan M Hendra Supardi sebagai satu-satunya direksi dan sekaligus Plt Direktur Utama Bank Aceh. Tentu saja hal itu bertentangan dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 16 tahun 2022 dan POJK Nomor 17 tahun 2023 tentang tata kelola bagi bank umum yang menyatakan bahwa, bank wajib memiliki minimal tiga orang direksi.

Menyadari kekeliruan hasil RUPSLB tanggal 14 Maret 2025, Gubernur Aceh Muzakir Manaf kembali menggelar RUPSLB tanggal 17 Maret 2025. Acara tersebut, dipimpin langsung oleh Mualem dan dihadiri oleh para pemegang saham.

Hasilnya, para pemegang saham memberhentikan M Hendra Supardi sebagai Plt Direktur Utama Bank Aceh dan gantinya Fadhil Ilyas diangkat untuk memimpin perbankan daerah tersebut.

Tidak itu saja, RUPSLB tanggal 17 Maret 2025, juga menyepakati untuk mengembalikan jabatan Fadhil Ilyas sebagai Direktur Operasional dan Numairi sebagai Direktur Kepatuhan.

Kepala OJK Aceh dan Dualisme Kepemimpinan Bank Aceh
Usai RUPSLB tanggal 17 Maret 2025 tersebut, sesuai dengan ketentuan, dewan komisaris paling lambat 10 hari kerja wajib menyampaikannya ke OJK. Nah, berdasarkan hasil penelusuran popularitas.com, Dewan Komisaris Bank Aceh telah menyampaikan surat kepada OJK terkait dengan pergantian Plt Direktur Utama kepada lembaga regulator tersebut, yakni pada tanggal 21 Maret 2025 dan surat kedua tanggal 25 Maret 2025.

Sejurus kemudian, Kepala OJK Aceh Daddi Peryoga memberikan pernyataan di salah satu media online di Aceh pada tanggal 26 Maret 2025 bahwa, pihaknya belum menerima surat terkait dengan penujukan Fadhil Ilyas dari dewan komisaris Bank Aceh.

Bahkan, Daddi Peryoga lewat media itu menegaskan bahwa, pihaknya belum menyetujui pergantian Plt Direktur Utama Bank Aceh dari M Hendra Supardi kepada Fadhil Ilyas. “Benar, sampai saat ini, Dirut BAS masih dipercayakan kepada M Hendra Supardi. OJK belum setujui pergantian direktur Bank Aceh Syariah,” kata Daddi Peryoga kepada dialeksis.com, Rabu 26 Maret 2026.

BACA JUGA  Illiza Terima Dividen Rp2,59 Miliar dari Bank Aceh

Pernyataan Kepala OJK Aceh Daddi Peryoga itu bertentangan dengan fakta yang didapati popularitas.com. sebab, Dewan Komisaris Bank Aceh telah mengirimkan surat dua kali ke lembaga itu, yakni tanggal 21 Maret 2025 dan 25 Maret 2025 terkait dengan ditunjuknya Fadhil Ilyas sebagai Plt Direktur Utama Bank Aceh berdasarkan hasil RUPSLB tanggal 17 Maret 2025.

Persoalan lain yang kemudian juga menjadi tanda tanya besar, Daddi Peryoga dalam keterangannya kepada media dialeksis.com mengatakan bahwa, OJK Aceh belum menyetujui pergantian Plt Direktur Utama Bank Aceh. Nah, pertanyaannya, apakah OJK memiliki regulasi dan hak tolak jika Pemegang Saham Pengendali (PSP) berdasarkan RUPSLB mengganti Pelaksana Tugas Direktur Utama suatu perbankan.

Nah, Fadhil Ilyas sendiri, telah pernah ditunjuk sebagai Plt Dirut Bank Aceh pada 6 Juni 2026. Saat itu, Aceh dipimpin oleh Pj Gubernur Bustami Hamzah. Proses ditunjuknya Fadhil Ilyas dilakukan lewat mekanisme RUPSLB saat itu.

popularitas.com, Rabu 23 April 2025 menghubungi Kepala OJK Aceh Daddi Peryoga untuk mempertanyakan perihal pernyataannya belum menerima surat dari Komisaris Bank Aceh terkait dengan pergantian Plt Direktur Utama Bank Aceh dari M Hendra Supardi kepada Fadhil Ilyas.

Namun, pertanyaan yang diajukan oleh popularitas.com lewat perpesanan WhatsApp, tidak dijawab, meski pesan telah masuk yang ditandai dengan centrang dua berwarna abu-abu.

Akademisi dari Universitas Abulyatama (Unaya) Usman Lamreung juga menyoroti peran OJK Aceh dalam ciptakan kemelut di Bank Aceh. Dikutip dari laman AJNN, dia mengatakan bahwa, manajemen OJK baik ditingkat nasional maupun pewakilan Aceh jadi sorotan publik, terutama picu dualisme kepemimoinan Bank Aceh Syariah.

Menurutnya, penunjukan pejabat OJK di daerah oleh OJK Pusat, kebanyakan tidak miliki latar belakang perbankan dan minim pengalaman disektor industri jasa keuangan. ”Secara umum, banyak pejabat OJK yang kini ditempatkan di daerah justru tidak memiliki pengalaman di bidang perbankan. Sementara itu, para profesional yang memiliki latar belakang kuat di sektor perbankan justru tidak mendapat peluang untuk menduduki posisi strategis di jajaran pimpinan OJK di berbagai wilayah Indonesia,” ungkapnya.

BACA JUGA  Belajar dari Mereka yang Bekerja dalam Diam

Secara aturan, berdasarkan POJK, jika memang lembaga tersebut menolak hasil RUPSLB tentang penujukan Plt Direktur Utama Bank Aceh, sesuai ketentuan maka OJK bisa menyurati Gubernur Aceh selaku pemegang saham pengendali (PSP) atau komisaris yang meminta pembatalan hasil RUPSLB tanggal 17 Maret 2025.

Tentu, hal ini agak membingungkan, apa kendala dan alasan OJK Aceh hingga sudah lebih dari satu bulan tidak memproses dan mencatatkan hasil RUPSLB Bank Aceh tanggal 17 Maret 2025.

Kini, kondisi internal Bank Aceh makin runyam dan tak pasti. OJK sebagai regulator pun membiarkan kondisi itu berlarut tanpa satu sikap dan keputusan yang tegas.

Komentar