Komisi VII DPRA bersama Pemerintah Aceh menyusun rancangan perubahan Qanun Baitul Mal guna memperkuat kelembagaan, transparansi keuangan syariah, dan profesionalisme pengelolaan zakat, infak, serta wakaf di Aceh.
Banda Aceh — Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) bersama Pemerintah Aceh membahas Rancangan Qanun (Raqan) tentang Perubahan Kedua atas Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal di Ruang Serba Guna DPRA, Selasa (14/10). Langkah ini menjadi upaya strategis untuk memperkuat kelembagaan Baitul Mal Aceh sebagai lembaga keistimewaan daerah yang mengelola zakat, infak, wakaf, harta keagamaan lainnya, serta fungsi pengawasan perwalian.
Ketua Komisi VII DPRA, H. Ilmiza Saaduddin Jamal, MBA, dalam sambutannya menegaskan bahwa Baitul Mal memiliki peran penting dalam memperkuat sistem ekonomi Islam dan memperluas jangkauan keadilan sosial di tengah masyarakat.
“Namun, seiring dinamika zaman, sejumlah ketentuan perlu diperbaiki dan diperjelas agar pelaksanaan fungsi Baitul Mal menjadi lebih optimal, akuntabel, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat saat ini,” ujar Ilmiza.
Perubahan Fokus pada Penguatan Kelembagaan dan Profesionalisme
Rancangan qanun ini memuat beberapa pokok perubahan penting. Pertama, penguatan kelembagaan, yang menegaskan posisi Baitul Mal di tingkat Aceh, kabupaten/kota, dan gampong sebagai lembaga independen dengan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. Struktur organisasi juga diperjelas, mencakup Dewan Pengawas Syariah (DPS), Badan BMA/BMK, Sekretariat, serta Baitul Mal Gampong (BMG).
Kedua, aspek pengawasan dan akuntabilitas syariah diperkuat melalui optimalisasi peran DPS dan Dewan Pengawas, disertai mekanisme audit serta keterlibatan akuntan publik untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana umat.
Ketiga, fleksibilitas pengelolaan keuangan diatur lebih jelas. Zakat dan infak akan menjadi Pendapatan Asli Aceh Khusus (PAA Khusus) dan PAD Kabupaten/Kota Khusus yang tidak masuk dalam kas umum daerah. Penggunaan dana amil juga dibatasi maksimal 12,5 persen dari total zakat yang terkumpul.
Rencana Strategis, Profesionalisme, dan Optimalisasi Aset Umat
Raqan ini juga mewajibkan penyusunan rencana strategis (Renstra) lima tahunan serta rencana kerja tahunan guna memastikan arah kebijakan Baitul Mal lebih terukur dan berkelanjutan. Proses rekrutmen anggota Badan dan tenaga profesional non-ASN akan dilakukan secara terbuka melalui tim independen dan uji kelayakan.
Dalam aspek pengelolaan aset umat, Baitul Mal didorong untuk memperkuat peran dalam pengembangan wakaf produktif dan investasi syariah (istitsmar). Selain itu, Baitul Mal Gampong diperkuat dalam pengawasan wali dan pelaksanaan pengelolaan zakat di tingkat masyarakat.
Dorong Akuntabilitas dan Kemandirian Ekonomi Syariah
Perubahan kedua qanun ini diharapkan memberi dampak positif yang signifikan bagi tata kelola zakat, infak, dan wakaf di Aceh. Penguatan regulasi tersebut diharapkan mampu memperkuat independensi dan profesionalisme lembaga Baitul Mal, menjamin transparansi pengelolaan dana umat, serta melindungi aset keagamaan dari potensi penyalahgunaan.
Dengan mengucapkan “Bismillahirrahmanirrahim”, Ketua Komisi VII DPRA resmi membuka forum RDPU Raqan Perubahan Kedua atas Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2018 tentang Baitul Mal. Ia berharap forum ini menghasilkan masukan konstruktif demi penyempurnaan substansi qanun, sekaligus memastikan keberadaan Qanun Baitul Mal Aceh menjadi landasan hukum yang kuat, adaptif, dan selaras dengan kebijakan pembangunan nasional.
“Kita ingin Baitul Mal menjadi lembaga yang profesional, mandiri, dan berdaya guna untuk kemaslahatan umat serta kemandirian ekonomi masyarakat Aceh,” pungkas Ilmiza. (ADV)







