Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, melaporkan bahwa serangan terhadap Rumah Sakit Saudi di El Fasher, Sudan, telah menewaskan 70 orang dan melukai 19 orang lainnya
Jakarta – Sekitar 70 orang tewas dalam serangan terhadap satu-satunya Rumah Sakit yang berfungsi di kota El Fasher, Sudan, yang terkepung dalam konflik. Serangan ini terjadi saat perang saudara di Sudan meningkat dalam beberapa hari terakhir.
Menurut pejabat setempat, serangan terhadap Rumah Sakit Ibu Pendidikan di Saudi dilakukan oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF), yang telah mengalami kekalahan di medan perang melawan militer Sudan dan pasukan sekutu di bawah komando Jenderal Abdel-Fattah Burhan.¹
Melansir Apnews.com, Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengecam serangan ini sebagai “pelanggaran hukum internasional”. Upaya mediasi internasional dan taktik tekanan belum menghentikan pertempuran tersebut. Perang saudara di Sudan telah menewaskan puluhan ribu orang, mendorong jutaan orang mengungsi, dan menyebabkan kelaparan di beberapa wilayah.
Serangan terjadi setelah peringatan dari Pasukan Dukungan Cepat (RSF)
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, melaporkan bahwa serangan terhadap Rumah Sakit Saudi di El Fasher, Sudan, telah menewaskan 70 orang dan melukai 19 orang lainnya.
Serangan ini terjadi saat rumah sakit penuh dengan pasien yang sedang menerima perawatan. Ghebreyesus juga menyebutkan bahwa fasilitas kesehatan lainnya di Al Malha juga menjadi target serangan pada hari yang sama. Ia menyerukan penghentian semua serangan terhadap layanan kesehatan di Sudan dan meminta akses penuh untuk pemulihan cepat fasilitas yang telah rusak.
“Yang terpenting, rakyat Sudan membutuhkan perdamaian. Obat terbaik adalah perdamaian,” tulisnya.
Pelaporan mengenai Sudan sangatlah sulit mengingat tantangan komunikasi, kekerasan tanpa pandang bulu yang dihadapi oleh warga sipil, dan tindakan berlebihan yang dilakukan oleh Pasukan Dukungan Cepat (RSF) dan militer Sudan.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, tidak menyebutkan pelaku serangan terhadap rumah sakit di El Fasher, Sudan, meskipun pejabat setempat menyalahkan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) atas serangan tersebut.
Menurut pejabat PBB, Clementine Nkweta-Salami, RSF telah memberikan ultimatum 48 jam kepada pasukan yang bersekutu dengan Angkatan Bersenjata Sudan untuk mengosongkan kota tersebut.
Sejak Mei 2024, El Fasher berada di bawah pengepungan RSF, menyebabkan warga sipil mengalami penderitaan, kekerasan, dan pelanggaran HAM berat.
Pengepungan ini telah menyebabkan 782 warga sipil tewas dan lebih dari 1.140 lainnya terluka, kata PBB pada bulan Desember. Kota El Fasher sekarang diperkirakan menjadi rumah bagi lebih dari 1 juta orang, banyak di antaranya terpaksa mengungsi akibat perang.
Rumah Sakit Saudi di El Fasher, yang terletak di dekat garis depan perang, telah menjadi sasaran serangan penembakan berulang kali. Meskipun demikian, para dokter di sana tetap melakukan operasi dengan berbagai cara, termasuk menggunakan lampu ponsel saat rumah sakit terkena serangan.
Sementara itu, Pasukan Dukungan Cepat (RSF) tampaknya telah kehilangan kendali atas kilang Khartoum, yang merupakan kilang terbesar di Sudan dan sangat penting bagi perekonomiannya dan Sudan Selatan. Pasukan yang dipimpin oleh Jenderal Abdel-Fattah Burhan juga berhasil mematahkan pengepungan RSF terhadap markas Korps Sinyal di Khartoum utara.
Perang di Sudan ditandai dengan kebrutalan dan kekerasan meluas
Sudan masih belum stabil sejak digantinya diktator Omar al-Bashir pada tahun 2019. Transisi menuju demokrasi yang singkat berakhir dengan kegagalan setelah Jenderal Abdel-Fattah Burhan dan Jenderal Mohammed Hamdan Dagalo dari Pasukan Dukungan Cepat (RSF) bergabung untuk memimpin kudeta militer pada Oktober 2021.
Al-Bashir sendiri menghadapi dakwaan di Mahkamah Pidana Internasional atas tuduhan genosida di wilayah Darfur pada awal tahun 2000-an bersama dengan Janjaweed, cikal bakal RSF.
Menurut kelompok hak asasi manusia dan PBB, RSF dan milisi Arab sekutunya telah menyerang kelompok etnis Afrika dalam perang ini.
Konflik antara Pasukan Dukungan Cepat (RSF) dan militer Sudan telah berlangsung sejak April 2023, menewaskan lebih dari 28.000 orang dan memaksa jutaan orang meninggalkan rumah mereka. Banyak keluarga terpaksa makan rumput untuk bertahan hidup akibat kelaparan yang melanda sebagian wilayah negara itu. Perkiraan lain menyebutkan bahwa jumlah korban tewas jauh lebih tinggi dalam perang saudara tersebut.
Pada hari Minggu, Jenderal Abdel Fattah al-Burhan melakukan perjalanan ke markas Komando Umum militer di Khartoum, yang berada di dekat Bandara Internasional Khartoum. Dalam kunjungannya, Burhan menyatakan bahwa angkatan bersenjata berada dalam kondisi terbaiknya dan akan terus maju untuk melenyapkan pemberontakan di seluruh Sudan.
Komentar