King Dolar Terpuruk, Sekutu AS Tarik Dana

Dolar AS Terpuruk: Koreksi Terburuk Semester I Sejak 1985, Tekanan dari Eropa dan Asia Meningkat.

 

 

Jakarta — Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) mencatatkan kinerja paling buruk dalam enam bulan pertama 2025, seiring dengan melemahnya minat investor global terhadap aset-aset berbasis dolar. Mengacu pada data Refinitiv, indeks dolar (DXY) telah terdepresiasi sebesar 10,14% sejak awal tahun, menjadikannya penurunan semester I terdalam sejak 1985.

Pada pembukaan tahun 2025, indeks dolar berada di level 109,39. Namun hingga penutupan perdagangan Rabu (25/6/2025), indeks ini anjlok ke posisi 97,67. Sebagai pembanding, pada semester I tahun 1985, indeks dolar pernah terkoreksi 15,51% dari level 146,44 ke 123,46—menjadi rekor terburuk dalam sejarah setengah tahun.

Catatan CNBC Indonesia menunjukkan bahwa sepanjang semester pertama 2025, dolar AS mengalami koreksi sebanyak 12 kali. Pada tahun 1986 pun tercatat depresiasi signifikan sebesar 9,60%. Maka, pelemahan 10,14% tahun ini tercatat sebagai yang terdalam dalam 39 tahun terakhir.

Arah Dana Global Bergeser dari Dolar

Pelemahan dolar ini dipicu oleh tekanan eksternal yang kian meningkat. Salah satu faktor utama adalah arus keluar modal asing dari pasar keuangan AS, khususnya oleh investor institusional Eropa.

Laporan Bank of America menunjukkan bahwa dana pensiun dan perusahaan asuransi dari Eropa telah memangkas eksposur terhadap dolar AS ke titik terendah sejak 2022. Penjualan saham-saham AS oleh investor Eropa mencerminkan kekhawatiran terhadap prospek bursa saham Negeri Paman Sam yang dinilai melemah.

Mengacu pada data Departemen Keuangan AS tahun 2024, investor Eropa menguasai lebih dari 40% kepemilikan asing atas saham-saham AS. Dengan proporsi sebesar itu, eksodus modal Eropa berpotensi memberi tekanan besar terhadap dolar, seiring realokasi aset menuju kawasan atau instrumen lain di luar AS.

BACA JUGA  Tarif Trump Picu Kenaikan Harga iPhone hingga Rp38 Juta

Investor Asia Bergerak Diam-diam, Tapi Berdampak

Meski Eropa menjadi sorotan, aktivitas di pasar Asia tak kalah berpengaruh. Sebagian besar pelemahan harian dolar tercatat terjadi selama sesi perdagangan Asia. Hal ini mengindikasikan adanya lonjakan aktivitas lindung nilai (hedging) oleh investor Asia terhadap kepemilikan obligasi AS, terutama U.S. Treasuries dan obligasi agensi.

Investor Asia saat ini menguasai sekitar sepertiga dari seluruh obligasi AS yang dimiliki asing. Jika memperhitungkan wilayah kustodian seperti Inggris dan Karibia—yang seringkali mewakili pemilik akhir dari Asia—porsi sebenarnya kemungkinan lebih besar.

Peringatan UBS dan Risiko Sistemik

Lembaga keuangan global UBS memperingatkan bahwa jika negara-negara anggota G10 memutuskan memangkas eksposur terhadap aset dolar sebesar 5%, aksi jual yang tercipta bisa mencapai nilai hingga US$670 miliar. Dari estimasi tersebut, sebagian besar diyakini berasal dari investor Eropa.

Perubahan struktur kepemilikan aset Amerika Serikat juga dinilai menambah kerentanan pasar. Jika dahulu mayoritas dipegang oleh bank sentral, kini kepemilikan aset AS didominasi oleh investor swasta yang cenderung lebih sensitif terhadap gejolak pasar dan kebijakan. Kondisi ini meningkatkan volatilitas serta mempercepat aksi jual ketika sentimen berubah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *