KPK Melakukan penggeledahan rumah Japto Soelistyo Soerjosoemarno masih terkait dengan kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita, dan juga penggeledahan di rumah mantan anggota DPR dari NasDem, Ahmad Ali.
Jakarta – Tim KPK melakukan penggeledahan rumah Japto Soelistyo Soerjosoemarno, Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional Pemuda Pancasila, sebagai bagian dari investigasi mereka. Japto sendiri adalah sosok yang cukup berpengaruh dalam organisasi Pemuda Pancasila dan juga aktif dalam politik nasional.
Penggeledahan yang dilakukan oleh KPK tersebut terkait dengan penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari, sebagai tersangka.
Melansir CNN Indonesia, Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, telah membenarkan adanya penggeledahan tersebut. Menurutnya, penggeledahan dilakukan di rumah Japto Soelistyo Soerjosoemarno yang beralamat di Jalan Benda Ujung, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
“Rumah JS,” kata Tessa saat dikonfirmasi.
Tessa Mahardika, Juru Bicara KPK, membenarkan bahwa penggeledahan rumah Japto Soelistyo Soerjosoemarno masih terkait dengan kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita, dan juga penggeledahan di rumah mantan anggota DPR dari NasDem, Ahmad Ali.
“Masih di perkara yang sama seperti saudara AA,” ujarnya.
Tim penyidik KPK telah melakukan penggeledahan di rumah kediaman mantan Anggota DPR dari Fraksi NasDem, Ahmad Ali, pada Selasa (4/2).
Penggeledahan ini terkait dengan penyidikan kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.
Dalam penggeledahan tersebut, tim penyidik KPK menemukan dan menyita sejumlah barang bukti, antara lain dokumen, barang bukti elektronik, uang tunai, tas, dan jam tangan.
KPK menduga bahwa Rita Widyasari telah menerima gratifikasi yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan batu bara, dengan jumlah yang mencapai sekitar US$3,3 hingga US$5 untuk setiap metrik ton batu bara.
Rita Widyasari diduga tidak hanya menerima gratifikasi dari perusahaan tambang batu bara, tetapi juga menyamarkan penerimaan tersebut. Hal ini menyebabkan KPK menerapkan Pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam kasus ini. Dengan demikian, Rita tidak hanya dijerat dengan tuduhan penerimaan gratifikasi, tetapi juga dengan pencucian uang.
KPK terus mendalami sejumlah aset yang disinyalir bersumber dari hasil korupsi. Dalam upaya tersebut, KPK melakukan pemeriksaan terhadap beberapa saksi untuk mengungkapkan jejak aset-aset tersebut dan memperkuat kasus korupsi yang sedang diselidiki.
Pada Kamis, 27 Juni 2024, KPK melakukan pemeriksaan terhadap pengusaha asal Kalimantan Timur, Said Amin. Tim penyidik KPK mendalami informasi terkait sumber dana pembelian ratusan mobil yang sebelumnya telah disita dalam kasus tersebut.
KPK telah memeriksa dan menggeledah rumah kediaman Direktur Utama PT Sentosa Laju Energy, Tan Paulin alias Paulin Tan, di Surabaya, Jawa Timur. Penggeledahan ini terkait dengan kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari. Tim penyidik KPK telah menyita dokumen terkait kasus tersebut.
Rita Widyasari, mantan Bupati Kutai Kartanegara, dan Khairudin, Komisaris PT Media Bangun Bersama, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada tanggal 16 Januari 2018.
Rita Widyasari dan Khairudin diduga melakukan tindak pencucian uang (TPPU) dengan menggunakan dana sebesar Rp436 miliar. Dana tersebut merupakan hasil dari tindak pidana gratifikasi yang diterima dalam beberapa proyek dan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.
Rita Widyasari dan Khairudin disinyalir membelanjakan dana hasil gratifikasi sebesar Rp436 miliar untuk berbagai keperluan, seperti membeli kendaraan dengan menggunakan nama orang lain, membeli tanah, menyimpan uang tunai, serta dalam bentuk lainnya.
Rita Widyasari saat ini menjalani hukuman pidana 10 tahun penjara di Lapas Perempuan Pondok Bambu. Berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA), Rita juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp600 juta. Jika denda tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan hukuman kurungan selama enam bulan. Selain itu, hak politik Rita juga dicabut selama lima tahun, terhitung sejak ia menyelesaikan menjalani pidana pokok.
Rita Widyasari terbukti secara hukum menerima gratifikasi sebesar Rp110,7 miliar dan suap sebesar Rp6 miliar dari pemohon izin dan rekanan proyek selama menjabat sebagai Bupati Kutai Kartanegara.
Komentar