Lhokseumawe Ubah Sampah Jadi Uang

“Ini program unggulan, hasil kajian para ahli, dan harus segera dieksekusi agar anggaran tidak jadi Silpa. Ini kerja ‘bagah hana mayang-mayang” Tegasnya.

 

Lhokseumawe, – Pemerintah Kota Lhokseumawe mulai mengambil langkah konkret dalam merealisasikan program unggulan “Broh Jeut Keu Peng” (Ubah Sampah Jadi Uang) yang digagas oleh Wali Kota Sayuti Abu Bakar. Program yang berfokus pada pengelolaan sampah secara komprehensif ini kini memasuki tahap pra-eksekusi, ditandai dengan digelarnya kegiatan ekspose hasil kajian ilmiah bertajuk “Skema dan Model Penanganan Sampah secara Komprehensif di Kota Lhokseumawe oleh sejumlah pakar pada Sabtu (19/4/2025) di salah satu hotel di Kota Lhokseumawe.

Ekspose tersebut menghadirkan enam narasumber ahli dari berbagai institusi, baik akademisi maupun praktisi, yang selama beberapa bulan terakhir terlibat langsung dalam studi dan pemetaan permasalahan sampah di kota penghasil gas alam cair tersebut. Mereka antara lain Prof. Indra Mawardi dari Politeknik Negeri Lhokseumawe (PNL), Ir. Vitek Grandis, alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Yusra dari Universitas Malikussaleh (Unimal), Titik Nuraini dari Sekolah Sampah Nusantara, Dr. Indra Wijaya dari PNL, serta Dr. (Hc) Budi Rahayu dari lembaga lingkungan Bina Sahabat Bumi.

BACA JUGA : Wali Kota Lhokseumawe Temui Wamenkomdigi, Bahas Kolaborasi Digital Menuju Smart City

Dalam pemaparannya, para pakar mempresentasikan model pengelolaan sampah terpadu yang tidak hanya mencakup penanganan limbah rumah tangga, tetapi juga limbah pasar, kawasan industri, dan sampah pesisir. Pengelolaan ini dirancang dari hulu ke hilir, mulai dari pemilahan awal, pengangkutan, pengolahan dengan teknologi modern, hingga distribusi hasil daur ulang menjadi produk yang memiliki nilai jual.

Menurut koordinator tim kajian, Dr. Indra Wijaya, pendekatan yang digunakan merupakan integrasi dari teknologi pengolahan terbaru dengan model pemberdayaan masyarakat. “Kami tidak hanya membawa teknologi, tapi juga merancang sistem sosial yang memungkinkan masyarakat terlibat aktif. Ini bukan hanya proyek kebersihan, tapi transformasi ekonomi berbasis sampah,” ujarnya.

BACA JUGA  Mualem Tinjau Lahan Pabrik Rokok, Pembangunan Segera Dimulai

Kondisi darurat sampah di Kota Lhokseumawe menjadi alasan mendesaknya program ini untuk segera diimplementasikan. Berdasarkan hasil kajian, volume sampah harian di kota ini diperkirakan mencapai 10 ton per hari, dengan tingkat pengangkutan yang belum merata. Salah satu titik kritis yang disoroti adalah kawasan Gampong Pusong, Kecamatan Banda Sakti, yang selama ini menjadi keluhan warga karena penumpukan sampah dan kondisi lingkungan yang kumuh.

Ir. Vitek Grandis, pakar teknologi industri dari ITB, mengungkapkan kekagumannya terhadap komitmen pemerintah kota yang menjadikan isu sampah sebagai prioritas strategis.

“Jadi kami optimis di sini karena baru pertama kali menemukan satu daerah yang menjadikan pengelolaan sampah sebagai bagian dari visi dan misi utama kepala daerah. Di tempat saya, urusan sampah itu masuk prioritas ke sekian. Dan yang mengejutkan, tekanan terhadap lingkungan di sini belum sampai puncaknya, artinya masih bisa dikendalikan,” ujar Vitek. “Yang kedua, pasar untuk produk daur ulang di Lhokseumawe ternyata sudah ada holding-nya. Ini memperkuat peluang agar sistem ini bisa sustain.”

Sementara itu, Wali Kota Lhokseumawe, Sayuti Abu Bakar, menegaskan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti hasil kajian ini dalam bentuk implementasi lapangan. Ia menyatakan bahwa pelaksanaan program tidak bisa ditunda-tunda mengingat urgensi persoalan dan ketersediaan anggaran yang telah disiapkan.

“Ini program unggulan, hasil kajian para ahli, dan harus segera dieksekusi agar anggaran tidak jadi Silpa. Ini kerja ‘bagah hana mayang-mayang’, kerja yang tidak pakai basa-basi, harus langsung jalan,” kata Sayuti dalam sambutannya.

Lebih jauh, Sayuti menyebut bahwa visi besar dari program ini adalah mengubah wajah Lhokseumawe dari kota dengan persoalan lingkungan menjadi kota yang mampu menjadikan sampah sebagai sumber ekonomi baru. “Bukan hanya soal bersih-bersih, ini tentang membuka peluang kerja, memutar ekonomi lokal, dan membangun budaya baru yang lebih ramah lingkungan,” tegasnya.

BACA JUGA  Forbina Kritik Pembentukan Pansus DPRA

Dengan ekspos ini, Pemerintah Kota Lhokseumawe juga berharap dapat menggalang kolaborasi lebih luas dengan sektor swasta, lembaga pendidikan, komunitas masyarakat, dan media massa untuk ikut mengawal dan memastikan keberhasilan program.

Jika berhasil diterapkan sesuai rencana, model pengelolaan sampah ini berpotensi menjadi rujukan bagi kota-kota lain di Aceh maupun di tingkat nasional. Program “Broh Jeut Keu Peng”, yang secara harfiah berarti “saampah jadi uang”, bukan sekadar slogan, tetapi diarahkan menjadi realitas ekonomi baru yang berbasis pada pengelolaan limbah secara berkelanjutan.

Komentar

NEWS FEED