MPU: Sederhanakan Mahar, Permudah Pernikahan

“Syariat tidak mengharuskan mahar berupa emas. Mahar bisa berupa apapun yang bernilai atau bermanfaat. Kalau pun masih memakai emas, maka perlu dimudahkan supaya tidak terlalu mahal,” tegasnya.

Banda Aceh — Kenaikan harga emas yang terus melambung di Aceh memantik perhatian sejumlah tokoh agama. Dalam menyikapi kondisi tersebut, para ulama di provinsi berjuluk Serambi Mekkah ini mengimbau masyarakat untuk mempertimbangkan penyesuaian nilai mahar (maskawin) dalam pernikahan agar tidak menjadi beban berat bagi calon pengantin.

Dalam tradisi masyarakat Aceh, mahar biasanya diberikan sebesar 15 mayam emas. Dengan harga emas yang kini menembus angka Rp6 juta per mayam, maka total mahar dapat mencapai Rp90 juta, angka yang dianggap tidak lagi realistis bagi sebagian besar masyarakat.

Wakil Ketua I Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Lhokseumawe, Tgk M. Rizwan Haji Ali, menyampaikan keprihatinannya terhadap fenomena ini. Ia menilai, biaya mahar yang tinggi bisa menjadi penghalang bagi generasi muda untuk menikah.

“Kami mengamati harga emas per mayam sekarang ini sudah mencapai enam juta rupiah. Ini jadi beban berat bagi calon pengantin dan keluarga mereka,” ujar Tgk Rizwan, Minggu (20/4/2025).

Ia menegaskan bahwa esensi pernikahan dalam Islam bukan terletak pada kemewahan, tetapi pada keberkahan dan kemudahan.

“Syariat tidak mengharuskan mahar berupa emas. Mahar bisa berupa apapun yang bernilai atau bermanfaat. Kalau pun masih memakai emas, maka perlu dimudahkan supaya tidak terlalu mahal,” tegasnya.

Tgk Rizwan juga menyoroti sejumlah tradisi lokal yang menurutnya perlu dievaluasi karena kerap kali justru menyulitkan calon pasangan untuk menikah. Tradisi seperti pemberian “uang hangus”, kewajiban mengisi kamar, “peuneuwoe”, serta resepsi besar-besaran dinilainya telah menambah beban ekonomi keluarga.

BACA JUGA  Amerika Makin Ganas Lumpuhkan China

“Kalau kita ingin menyelamatkan anak-anak kita, menyelamatkan keluarga, menyelamatkan masyarakat, dan menyelamatkan agama, mari kita permudah urusan pernikahan anak-anak kita,” ujarnya.

MPU menyerukan agar masyarakat mulai merefleksikan ulang kebiasaan yang selama ini lebih menekankan aspek simbolik ketimbang substansi. Ia berharap, masyarakat Aceh dapat lebih mengedepankan nilai kesederhanaan dan gotong royong dalam pelaksanaan pernikahan.

“Pernikahan itu ibadah, bukan ajang pamer. Kalau kita buat sederhana, Insya Allah berkahnya lebih besar,” pungkas Tgk Rizwan.

Komentar