10 bos Klub Sepak Bola Terkaya Dunia 2025: Newcastle United Unggul Jauh.
Jakarta — Dunia sepak bola kini tak hanya menjadi ajang olahraga, melainkan juga simbol kekuasaan dan prestise bagi para pemilik klub. Di era modern, kepemilikan sebuah tim sepak bola menjadi lambang status baru di kalangan miliarder dunia—mengimbangi kapal pesiar mewah, jet pribadi, hingga pulau pribadi.
Mengacu pada data dari Statista dan sejumlah sumber keuangan internasional, berikut adalah daftar 10 bos klub sepak bola terkaya di dunia tahun 2025, yang menunjukkan dominasi kekayaan dari Timur Tengah hingga Amerika Serikat.
1. Public Investment Fund (Newcastle United) — Rp1.020 Kuadriliun

Newcastle United kini dimiliki oleh Dana Investasi Publik (PIF) Arab Saudi, yang dipimpin langsung oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Dengan aset mencapai £470 miliar atau setara Rp1,02 kuadriliun, PIF menjadi pemilik terkaya di dunia sepak bola. Sejak akuisisi pada Oktober 2021, Newcastle menjelma dari tim papan bawah menjadi kontestan Eropa, mempertegas pengaruh modal dalam mengubah nasib sebuah klub.
2. Sheikh Mansour (Manchester City) — Rp511,7 Triliun

Sheikh Mansour bin Zayed Al Nahyan dari Uni Emirat Arab dikenal luas sebagai tokoh sentral dalam kebangkitan Manchester City. Melalui City Football Group, ia telah menginvestasikan miliaran pound untuk menjadikan City sebagai kekuatan utama di Inggris dan Eropa, termasuk pencapaian treble musim 2022/2023.
3. Sir Jim Ratcliffe (Manchester United) — Rp452,7 Triliun

Pemilik perusahaan petrokimia INEOS ini resmi menjadi pemegang saham minoritas Manchester United pada 2024. Meski kehadirannya diharapkan membawa perubahan positif di Old Trafford, langkah efisiensi biaya dan pemangkasan staf justru memicu kontroversi dan ketegangan di internal klub.
4. David Tepper (Charlotte FC) — Rp306,3 Triliun

Miliarder asal Amerika Serikat ini dikenal sebagai pendiri Appaloosa Management dan pemilik tim NFL Carolina Panthers. Pada 2022, ia membawa Charlotte FC tampil perdana di MLS dengan rekor biaya ekspansi sebesar USD 325 juta. Keterlibatannya di dunia sepak bola masih tergolong baru namun potensial.
5. Philip Anschutz (LA Galaxy) — Rp220,2 Triliun

Taipan senior asal Amerika ini dikenal sebagai pemilik saham di LA Galaxy dan sejumlah tim olahraga lain. Melalui Anschutz Entertainment Group, ia memiliki jaringan luas di sektor hiburan, termasuk pengelolaan lebih dari 350 arena di seluruh dunia.
6. Shahid Khan (Fulham) — Rp203,8 Triliun

Pengusaha otomotif asal Amerika Serikat keturunan Pakistan ini mengambil alih Fulham pada 2013. Selain sepak bola, ia juga memiliki waralaba NFL Jacksonville Jaguars dan mendirikan All Elite Wrestling (AEW). Investasinya berhasil membawa Fulham kembali stabil di Premier League.
7. Stan Kroenke (Arsenal) — Rp131,9 Triliun

Pemilik Kroenke Sports & Entertainment ini mengendalikan sejumlah tim olahraga ternama di AS dan memiliki lahan lebih dari 1,5 juta hektare. Meski sempat tidak disukai fans Arsenal, performa tim yang membaik di Premier League membuatnya mulai diterima oleh publik Emirates Stadium.
8. Nasser Al-Khelaifi (Paris Saint-Germain) — Rp129,7 Triliun
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/1966071/original/072907800_1520320348-PSG-Real-Madrid4.jpg)
Pria asal Qatar ini dikenal lewat gebrakan besar seperti pembelian Neymar dan Lionel Messi. Di balik ambisi membawa PSG menjuarai Liga Champions, ia juga aktif dalam dunia tenis dan merupakan tokoh penting dalam olahraga di negaranya.
9. Joe Lewis (Tottenham Hotspur) — Rp129,7 Triliun
Miliarder Inggris yang mendapatkan kekayaan dari spekulasi mata uang ini adalah pemilik utama Tottenham melalui Tavistock Group. Meski operasional klub dijalankan oleh Daniel Levy, keputusan strategis tetap berada di tangan Lewis, yang sempat tersandung kasus perdagangan orang dalam pada 2024.
10. Dietmar Hopp (Hoffenheim) — Rp125,1 Triliun
:strip_icc():format(webp)/kly-media-production/medias/3064511/original/065227200_1583054087-000_1PG7QN.jpg)
Pendiri SAP SE ini menginvestasikan lebih dari £350 juta di klub Bundesliga tersebut. Meski menghadapi kritik soal kepemilikan 50+1 di Jerman, Hopp tetap mempertahankan pengaruhnya di Hoffenheim meski klub tengah berjuang menghindari degradasi.
Komentar