Draft Rancangan Perubahan UUPA Disetujui DPRA, Plt Sekda Ajak Semua Pihak Bersinergi Agar Disahkan DPR RI Tahun Ini, Fokus pada Penguatan Kewenangan dan Dana Otsus.
Banda Aceh — Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menyetujui draf Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Persetujuan itu disahkan dalam rapat paripurna yang dipimpin Ketua DPRA Zulfadhli di Gedung Utama DPRA, Banda Aceh, Rabu (21/5/2025).
Draf perubahan tersebut mencakup revisi terhadap delapan pasal, yakni Pasal 7, 11, 160, 165, 183, 192, 235, dan 270, serta penambahan satu pasal baru, yakni Pasal 251A. Pokok-pokok perubahan utamanya berfokus pada penyesuaian norma hukum yang terkait dengan keberlanjutan Dana Otonomi Khusus dan penguatan kewenangan Pemerintah Aceh.
Pelaksana tugas Sekretaris Daerah Aceh, M Nasir, yang membacakan laporan Gubernur Aceh dalam rapat paripurna tersebut, mengajak semua elemen untuk bersinergi mengawal proses pengesahan RUU tersebut di tingkat nasional.
“Kita berharap proses pembahasan di DPR RI dapat berjalan lancar. Ini adalah tanggung jawab moral kita bersama untuk memastikan perubahan ini benar-benar terealisasi,” ujar Nasir.
Nasir menegaskan, revisi terhadap beberapa ketentuan dalam UUPA merupakan langkah strategis yang perlu ditempuh, dengan tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian dan kesepahaman bersama.
“Penyesuaian norma ini menjadi keniscayaan, terlebih untuk menjamin keberlanjutan Dana Otsus dan memperkuat posisi Aceh dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia,” katanya.
Nasir juga menyampaikan apresiasi kepada DPRA atas komitmen dan kerja kolektif dalam menyusun draf perubahan tersebut. Ia berharap, pembahasan di tingkat nasional dapat segera berlangsung dan menghasilkan persetujuan bersama antara DPR RI dan Presiden.
Lebih jauh, Nasir mengingatkan pentingnya menjaga semangat di balik lahirnya UUPA. Undang-undang ini merupakan buah dari perjanjian damai antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang dimediasi dalam Nota Kesepahaman Helsinki, Finlandia, pada 15 Agustus 2005.
“Setiap langkah perubahan terhadap UUPA hendaknya dipandang bukan sekadar proses legislasi biasa, melainkan sebagai bagian dari tanggung jawab moral dan politik untuk menjaga keberlanjutan perdamaian dan otonomi yang telah diperjuangkan bersama,” tutup Nasir.