FaceAge: Wajah Anda, Cermin Usia Biologis

FaceAge, Teknologi AI yang Ukur Usia Biologis Pasien Kanker Lewat Foto Wajah.

 

 

Jakarta — Tim peneliti dari Mass General Brigham (MGB) dan Harvard Medical School mengembangkan algoritme kecerdasan buatan (AI) bernama FaceAge yang mampu memperkirakan usia biologis dan harapan hidup pasien kanker hanya dari potret wajah.

“Usia kronologis tidak selalu mencerminkan kondisi tubuh seseorang. Usia biologis justru menjadi indikator yang lebih akurat dalam memprediksi status kesehatan,” ujar Hugo Aerts, direktur Program Kecerdasan Buatan di bidang Kedokteran MGB dan profesor onkologi radiasi di HMS.

Dalam studi yang dimuat di The Lancet Digital Health, algoritme FaceAge dilatih menggunakan lebih dari 58.000 foto individu sehat dan 6.000 foto pasien kanker. Hasilnya, pasien kanker rata-rata terlihat lima tahun lebih tua dari usia kronologis mereka. Penampilan yang lebih tua juga dikaitkan dengan hasil klinis yang lebih buruk.

Menariknya, dalam pengujian terhadap 100 pasien terminal, prediksi dokter terhadap harapan hidup terbukti tak jauh lebih akurat dari tebakan acak. Namun, akurasi meningkat signifikan saat informasi dari FaceAge disertakan.

“Dengan mengetahui usia biologis, dokter dapat menyesuaikan tingkat agresivitas pengobatan sesuai kondisi riil pasien,” kata Raymond Mak, profesor onkologi radiasi HMS dan rekan peneliti, dikutip Harvard, Sabtu (24/5).

Sebagai contoh, seorang pasien kanker paru-paru berusia 86 tahun diprediksi FaceAge memiliki usia biologis 10 tahun lebih muda, sehingga dokter merekomendasikan terapi intensif. Hingga kini, pasien tersebut masih dalam kondisi baik di usia 90 tahun.

FaceAge tidak dirancang untuk menggantikan peran dokter, melainkan sebagai alat bantu dalam pengambilan keputusan medis. Teknologi ini juga dapat digunakan untuk memantau perubahan kondisi pasien dari waktu ke waktu.

BACA JUGA  Rumah Disita! Skandal Fiktif BPRS Gayo

Meski menjanjikan, FaceAge masih memerlukan uji klinis tambahan pada populasi yang lebih beragam sebelum dapat diterapkan secara luas.

“Jika terbukti efektif, alat ini dapat menjadi lompatan besar dalam pemantauan kesehatan pasien, terutama dalam menilai risiko komplikasi sebelum atau sesudah prosedur besar,” ujar Aerts.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *