Polemik 4 Pulau, Pemerintah Aceh Peringatkan Kemendagri

Pemerintah Aceh Tegaskan Empat Pulau di Perbatasan Sah Miliknya, Rujuk Kesepakatan 1992.

 

 

Banda Aceh — Pemerintah Aceh menegaskan bahwa empat pulau di perbatasan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara secara sah merupakan bagian dari wilayah Aceh. Penegasan ini disampaikan Kepala Biro Pemerintahan dan Otonomi Daerah Setda Aceh, Drs. Syakir, M.Si, merespons pernyataan Kementerian Dalam Negeri yang menyebut penetapan batas wilayah darat menjadi acuan dalam menentukan status kepemilikan keempat pulau tersebut.

Syakir menyebutkan, klaim Aceh atas Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Besar (Gadang), dan Pulau Mangkir Kecil (Ketek) didasarkan pada kesepakatan bersama antara Gubernur Aceh dan Gubernur Sumatera Utara pada tahun 1992 yang disaksikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri saat itu, Rudini.

“Harusnya yang ditetapkan lebih dulu adalah garis batas laut, karena sudah ada kesepakatan kedua gubernur pada 1992 yang hingga kini belum dicabut atau diubah. Tanpa penetapan batas laut, penetapan status kepemilikan pulau menjadi tidak tepat,” ujar Syakir, Kamis (12/6/2025).

Pernyataan itu disampaikan Syakir sebagai tanggapan atas keterangan Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal Zakaria Ali, yang sehari sebelumnya menyebutkan bahwa belum adanya batas laut yang disepakati antara Aceh dan Sumatera Utara membuat batas darat menjadi acuan dalam penetapan kepemilikan pulau.

Rujukan Regulasi dan Kesepakatan

Syakir menambahkan, dari perspektif geografis, keempat pulau tersebut memang lebih dekat dengan wilayah Tapanuli Tengah. Namun, menurutnya, letak geografis tidak serta-merta menjadi penentu status administratif sebuah wilayah, apalagi jika telah ada dokumen kesepakatan formal seperti yang dibuat pada 1992.

“Kesepakatan tersebut telah menjadi dasar kerja sama antara Tim Penegasan Batas Daerah Aceh dan Sumut sejak tahun 2002,” kata Syakir.

BACA JUGA  Miras Oplosan, 4 Orang Tewas

Ia juga merujuk Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 141 Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Daerah. Dalam Pasal 3 ayat (2) huruf f disebutkan bahwa salah satu dokumen yang dapat digunakan dalam penegasan batas adalah kesepakatan yang pernah dibuat antara pemerintah daerah yang berbatasan.

Syakir menjelaskan, berdasarkan regulasi tersebut, penetapan batas laut dilakukan melalui tahapan teknis, mulai dari pengumpulan dokumen pendukung seperti peta dasar hingga pemasangan pilar batas permanen di lapangan. Menurutnya, tahapan ini telah dijalankan oleh kedua provinsi sejak dua dekade lalu.

Sengketa Nama Pulau dan Surat Gubernur

Terkait sengketa, Syakir mengungkapkan bahwa polemik mengenai status empat pulau tersebut telah muncul sejak proses pembakuan nama rupabumi nasional pada 2008. Saat itu, Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi menolak usulan Pemerintah Aceh untuk memasukkan keempat pulau ke dalam daftar wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan alasan bahwa pulau-pulau tersebut lebih dahulu diusulkan oleh Sumatera Utara.

“Penolakan itu tidak menghapus fakta bahwa wilayah tersebut masih disengketakan dan belum ada kesepakatan baru yang membatalkan kesepakatan 1992,” ujar Syakir.

Ia juga merujuk surat Gubernur Aceh bertanggal 4 Juli 2022 yang menanggapi surat Gubernur Sumut Nomor 125/6614 tentang kepemilikan empat pulau tersebut. Dalam surat itu dijelaskan bahwa penegasan batas pada 2019, yang kemudian dituangkan dalam Permendagri Nomor 30 Tahun 2020, hanya menetapkan batas darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah. Penetapan batas laut, termasuk kepemilikan pulau, disebut akan dilakukan secara terpisah.

Klarifikasi dan Permintaan Revisi

Syakir turut menyinggung adanya kekeliruan dalam konfirmasi Gubernur Aceh tahun 2009 terkait koordinat empat pulau, yang kemudian telah dimintakan revisi melalui surat resmi kepada Mendagri pada 21 Desember 2018. Oleh karena itu, menurut Syakir, Berita Acara Rapat Kementerian/Lembaga pada 30 November 2017 yang kerap dijadikan acuan, tidak lagi relevan karena tidak melibatkan Pemerintah Aceh dalam pengambilan keputusan.

BACA JUGA  Harga Emas Antam Turun ke Rp 1,953 Juta per Gram

“Kalau memakai perumpamaan, seharusnya pagar rumah ditentukan dulu, maka rumah secara otomatis berada dalam batas tersebut. Tapi Kemendagri justru langsung menetapkan rumah, tanpa mengakui pagar dan halaman yang secara sah milik Aceh berdasarkan kesepakatan 1992,” pungkas Syakir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *