Khamenei Tolak Ultimatum AS, Trump: Kesabaran Saya Habis

Ketika ditanya mengenai respons atas penolakan Khamenei, Trump hanya menjawab singkat, “Semoga berhasil.”

 

 

Jakarta — Ketegangan geopolitik di Timur Tengah terus meningkat setelah Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menolak permintaan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, untuk menyerah tanpa syarat. Penolakan itu disampaikan di tengah meningkatnya serangan udara Israel terhadap berbagai target di Iran, termasuk ibu kota Teheran.

Dalam konferensi pers di Gedung Putih, Rabu (18/6/2025) waktu setempat, Trump mengonfirmasi bahwa pihaknya telah menerima sinyal dari pejabat Iran mengenai kemungkinan negosiasi. Namun, ia menyebut tawaran tersebut datang terlambat. “Penyerahan tanpa syarat—itu artinya saya sudah muak,” ujar Trump.

Ketika ditanya mengenai respons atas penolakan Khamenei, Trump hanya menjawab singkat, “Semoga berhasil.”

Dikutip dari Reuters, Trump tidak menjelaskan apakah Amerika Serikat akan bergabung dalam operasi militer yang dilancarkan Israel terhadap Iran. “Saya mungkin melakukannya. Saya mungkin tidak. Tidak ada yang tahu,” katanya.

Sementara itu, serangan udara Israel dalam beberapa hari terakhir diklaim telah menghancurkan sejumlah fasilitas penting Iran, termasuk markas besar kepolisian dan lokasi produksi sistem rudal. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam pernyataan resminya menyebut Israel “menguasai langit di atas Teheran” dan akan terus menyerang “simbol dan infrastruktur utama rezim Ayatollah.”

Netanyahu juga berterima kasih kepada Trump atas dukungannya dan menyatakan keduanya tetap berkomunikasi secara intensif.

Respons Keras Khamenei

Dalam pidato yang disiarkan televisi pemerintah, Ayatollah Khamenei menegaskan bahwa Iran tidak akan tunduk pada tekanan militer. “Setiap intervensi Amerika akan dibalas dengan kerusakan yang tak dapat diperbaiki,” tegasnya. Ia juga memperingatkan bahwa bangsa Iran “tidak pernah menyerah di bawah ancaman.”

BACA JUGA  Perang India–Pakistan Mengancam Ekspor Batu Bara RI

Sebagai bentuk protes diplomatik, pemerintah Iran memanggil duta besar Swiss—yang mewakili kepentingan AS di Teheran—untuk menyampaikan nota keberatan atas pernyataan Trump.

Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahkan mengeluarkan pernyataan tegas melalui media sosial, menyebut Trump sebagai “penghasut yang tidak relevan” dan menegaskan bahwa “Iran tidak akan bernegosiasi di bawah tekanan.”

Situasi Memburuk di Lapangan

Militer Israel melaporkan bahwa dalam 24 jam terakhir, jet-jet tempurnya melancarkan tiga gelombang serangan ke wilayah Teheran dan Iran bagian barat. Target utamanya adalah fasilitas produksi sentrifugal dan bahan baku untuk pengayaan uranium.

Di sisi lain, Iran juga meluncurkan sekitar 400 rudal ke wilayah Israel sejak Jumat lalu. Sekitar 40 di antaranya berhasil menembus sistem pertahanan udara dan menyebabkan 24 korban jiwa, seluruhnya warga sipil.

Warga sipil dari kedua belah pihak terdampak serius. Di Teheran, ribuan penduduk dievakuasi ke kota-kota satelit seperti Lavasan. Sementara di Tel Aviv, Israel, warga mengungsi ke tempat perlindungan sementara yang disediakan pemerintah.

“Saya takut dan kewalahan. Kota kami sangat padat dan bangunannya tua—tidak ada tempat berlindung,” kata Tamar Weiss, seorang ibu muda di Tel Aviv yang mengungsi bersama bayi perempuannya.

Iran melaporkan sedikitnya 224 korban jiwa akibat serangan Israel, sebagian besar adalah warga sipil. Pemerintah setempat membatasi penyebaran gambar kehancuran dan mulai menerapkan pembatasan akses internet untuk mencegah disinformasi.

Dampak Global dan Sinyal Ekonomi

Konflik ini juga berdampak pada pasar global. Harga minyak dunia melonjak hingga 9 persen, menyusul kekhawatiran bahwa Iran akan menutup Selat Hormuz, jalur vital distribusi energi dunia. CEO perusahaan energi Italia, ENI, menyatakan bahwa dampaknya sejauh ini masih “terkendali,” namun pasar tetap waspada.

BACA JUGA  AS Peringatkan Karibia Bisa Menjadi "Danau China

Kemampuan Iran untuk membalas melalui milisi proksi seperti Hizbullah dan Hamas juga disebut melemah setelah dua kelompok tersebut mengalami tekanan besar dalam konflik yang telah berlangsung di Gaza dan Lebanon sejak 2023.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *