Koalisi NGO HAM: 4 Pulau Kembali, Aceh Harus Siap Kelola

Koalisi NGO HAM Aceh Dorong Pemerintah Maksimalkan Potensi Empat Pulau yang Dikembalikan.

 

 

Banda Aceh — Koalisi NGO HAM Aceh menggelar Forum Group Discussion (FGD) bertajuk “Mengawal Kebijakan Pemerintah Terkait Pengembalian 4 Pulau: Memberi Dampak Positif untuk Aceh”, Kamis (26/6/2025), di Morden Coffee, Banda Aceh. Diskusi ini menghadirkan tiga narasumber utama, yakni Direktur ForBina M. Nur, Pengamat Sosial dan Politik Usman Lamreung, serta Direktur Koalisi NGO HAM Aceh Khairil Arista.

Diskusi berlangsung dinamis, menyoroti urgensi pengelolaan empat pulau yang baru-baru ini dikembalikan kepada Pemerintah Aceh. Para narasumber sepakat bahwa fokus ke depan seharusnya bukan lagi pada status kepemilikan, melainkan pada strategi pemanfaatan dan pengembangan wilayah secara inklusif dan berkelanjutan.

Fokus pada Tata Kelola dan Manfaat Ekonomi

Usman Lamreung menekankan bahwa momentum ini harus dimanfaatkan untuk membangun sistem tata kelola yang terintegrasi, khususnya dalam sektor pariwisata dan ekonomi pesisir.

“Status kepemilikan sudah selesai. Sekarang pertanyaannya: bagaimana Aceh mengelola empat pulau ini untuk kesejahteraan rakyat?” ujar Usman.

Ia menyoroti potensi besar wilayah perairan seperti Pulau Banyak, Sabang, dan Singkil yang belum digarap secara maksimal. Menurutnya, pembangunan infrastruktur dan kebijakan lintas sektor yang sinergis antara provinsi dan kabupaten menjadi kunci.

“Jika pariwisata laut dikelola secara terencana, ekonomi masyarakat bisa tumbuh cepat tanpa harus menunggu eksploitasi migas. Lapangan kerja bisa terbuka luas,” tambahnya. Ia juga menekankan pentingnya pengawasan publik dan partisipasi masyarakat sipil agar arah pembangunan tidak menyimpang dari kepentingan rakyat.

Isu Martabat dan Partisipasi Pemuda

Sementara itu, Direktur ForBina, M. Nur, menyoroti dimensi identitas dan martabat dalam persoalan batas wilayah dan pengembalian pulau. Ia mengkritik perlakuan pemerintah pusat yang dinilai belum sepenuhnya menghargai posisi Aceh dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BACA JUGA  Pemred MEDIA ACEH Kritik Pengelolaan Sabang oleh BPKS

“Ini bukan hanya soal geografis, tapi juga soal harga diri. Pemerintah pusat harus mulai memperlakukan Aceh dengan lebih adil dan setara,” tegas M. Nur.

Ia mendorong generasi muda Aceh untuk aktif terlibat dalam menyusun gagasan pembangunan, termasuk dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan sektor ekonomi kreatif. “Jika kita tidak peka, kita sedang membuka pintu bagi bentuk penjajahan baru. Saatnya generasi muda hidupkan gagasan dan bertindak nyata,” ujarnya.

Kelestarian Lingkungan dan Keadilan SDA

Direktur Koalisi NGO HAM Aceh, Khairil Arista, turut mengingatkan bahwa pengelolaan empat pulau ini juga harus mempertimbangkan aspek lingkungan dan keadilan dalam pemanfaatan sumber daya alam (SDA). Ia menilai selama ini isu migas terlalu dominan, sementara potensi perikanan dan pesisir justru lebih dekat dengan kepentingan masyarakat lokal.

“Pembangunan tidak bisa hanya berorientasi pada eksploitasi. Harus ada keberpihakan terhadap masyarakat dan perlindungan terhadap lingkungan agar tidak menimbulkan konflik baru,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan bahwa konflik atas kepemilikan pulau-pulau tersebut sudah berlangsung lama dan bisa muncul kembali jika pemerintah tidak mengadopsi pendekatan inklusif dan berbasis kesejahteraan.

“Negara harus hadir melalui kebijakan yang adil, regulasi yang tepat, dan perhatian terhadap kohesi sosial yang sempat retak akibat konflik wilayah,” pungkasnya.

Rekomendasi untuk Pemerintah Aceh

FGD ini menghasilkan sejumlah masukan dan rekomendasi strategis kepada Pemerintah Aceh. Di antaranya adalah pentingnya menyusun peta jalan pengelolaan keempat pulau berbasis masyarakat, memperkuat regulasi tata ruang, dan mendorong investasi yang berkelanjutan di sektor perikanan dan pariwisata.

Para peserta berharap pengembalian empat pulau tidak hanya menjadi simbol keberhasilan diplomasi daerah, tetapi benar-benar membawa dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat Aceh.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *