20 Tahun MoU Helsinki, Rakyat Aceh Suarakan Kekecewaan

Ketua Partai Ummat Aceh menilai butir-butir MoU Helsinki belum sepenuhnya dijalankan pemerintah, sehingga menimbulkan kekecewaan dan gelombang protes di masyarakat.

 

 

Banda Aceh – 20 tahun MoU Helsinki setelah penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) pada 15 Agustus 2005, sejumlah kalangan menilai implementasi kesepakatan tersebut belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan. Kekecewaan masyarakat Aceh terhadap hasil perdamaian itu pun masih kerap disuarakan melalui aksi-aksi demonstrasi.

Ketua Komisi Pengkaderan Partai Ummat DPW Aceh, Maswadi Syarif, menilai kegelisahan yang muncul di tengah masyarakat tidak lepas dari belum optimalnya pemerintah pusat dan daerah dalam memenuhi butir-butir perjanjian yang telah disepakati. Menurutnya, sebagian besar masyarakat Aceh telah menerima perdamaian beserta otonomi khusus, namun kesejahteraan yang dijanjikan belum sepenuhnya dirasakan.

“Selama ini rakyat menunggu realisasi penuh dari MoU Helsinki, termasuk butir-butir penting yang menjadi dasar perdamaian. Namun, karena banyak yang belum terlaksana, wajar bila muncul suara kekecewaan,” kata Maswadi di Banda Aceh, minggu (7/9/2025).

Ia menyoroti bahwa aksi demonstrasi yang digelar aliansi mahasiswa maupun kelompok masyarakat Aceh menjadi gambaran nyata dari rasa ketidakpuasan tersebut. Dalam pandangannya, sebagian pihak bahkan mulai menyuarakan keinginan untuk kembali memisahkan diri dari Indonesia.

“Hal ini tidak bisa semata-mata disalahkan pada masyarakat. Ketika janji dalam perjanjian tidak ditepati, rasa ketidakpercayaan muncul. Karena itu, pemerintah pusat harus serius menepati seluruh poin kesepakatan agar Aceh tetap berada dalam jalur perdamaian,” ujarnya.

Maswadi menegaskan, pemenuhan perjanjian menjadi kunci menjaga stabilitas politik dan sosial di Aceh. Dana otonomi khusus (Otsus), yang sebagian besar bersumber dari pembagian hasil minyak dan gas bumi dengan porsi 70 persen untuk Aceh, seharusnya menjadi instrumen penting untuk membangun kesejahteraan rakyat secara menyeluruh.

BACA JUGA  Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp4000

“Pemerintah pusat jangan mempermainkan rakyat Aceh. Jika semua poin perjanjian ditepati, perdamaian bisa terjaga dan pembangunan berjalan lebih efektif,” tegasnya.

Sejak penandatanganan MoU Helsinki, Aceh memang telah menikmati sejumlah capaian, mulai dari berakhirnya konflik bersenjata hingga hadirnya otonomi khusus. Namun, dalam perjalanannya, dinamika implementasi perjanjian itu masih memunculkan perdebatan terkait sejauh mana komitmen pemerintah dalam melaksanakan seluruh kesepakatan.


Posting Terkait

JANGAN LEWATKAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *