Bank Aceh Fokus Likuiditas dan Pembiayaan Produktif

Bank Aceh menegaskan penempatan dana dalam berbagai instrumen investasi tetap berlandaskan prinsip syariah, sekaligus menjaga fungsi intermediasi dengan fokus pembiayaan produktif.

 

 

Banda Aceh — Bank Aceh menegaskan seluruh kegiatan penempatan dana dan pengelolaan likuiditas yang dilakukan selama ini telah sesuai dengan ketentuan regulator serta berlandaskan prinsip syariah. Langkah tersebut dinilai penting untuk menjaga stabilitas fiskal dan moneter, sekaligus memastikan kewajiban bank kepada nasabah tetap terjaga.

Sekretaris Perusahaan Bank Aceh, Abdul Rafur, menjelaskan bahwa penempatan dana merupakan bagian dari strategi pengelolaan likuiditas, pemanfaatan dana jangka pendek, serta optimalisasi pendapatan. “Penempatan dana pada surat berharga menjadi salah satu strategi pengelolaan likuiditas yang lazim dilakukan perbankan. Namun, penyaluran pembiayaan tetap menjadi fokus utama kami dalam membangun struktur ekonomi Aceh yang kuat sekaligus menjalankan fungsi intermediasi,” kata Abdul Rafur, Kamis (18/9/2025).

Rincian Penempatan Dana

Dalam laporan tahunan (annual report), Bank Aceh merinci sejumlah bentuk penempatan dana, antara lain:

  • Bank Indonesia: pemenuhan kewajiban giro wajib minimum (GWM) serta investasi jangka pendek melalui Fasbis (tenor 1 hari) dan Sukuk Bank Indonesia (tenor 7 hari–1 tahun), dengan total Rp2,65 triliun.
  • Kementerian Keuangan: investasi pada Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) senilai Rp2,91 triliun, sekaligus pemenuhan Giro Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM).
  • BPD Syariah: penempatan intra-hari melalui Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (SIMA) dengan tenor 1–14 hari, senilai Rp1,1 triliun.
  • Instrumen Investasi Lain: Sukuk korporasi Rp290 miliar dan reksadana Rp100 miliar sebagai diversifikasi sekaligus mendukung Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM).

“Seluruh kegiatan ini bukan hanya memenuhi ketentuan regulator, tetapi juga tetap mengedepankan prinsip syariah,” ujar Abdul Rafur.

Pembiayaan Tetap Jadi Prioritas

Meski menempatkan dana dalam instrumen investasi, Bank Aceh menegaskan fungsi intermediasi tetap menjadi prioritas. Pada triwulan IV 2024, penyaluran pembiayaan tercatat mencapai Rp20,4 triliun, tumbuh 9,19 persen dibanding periode sebelumnya sebesar Rp18,7 triliun.

BACA JUGA  Kapolda Baru Pimpin Apel Perdana di Polda Aceh

“Jika dibandingkan dengan total aset sebesar Rp31,9 triliun, komposisi pembiayaan Bank Aceh mencapai 63,88 persen,” kata Abdul Rafur.

Dukungan bagi UMKM

Selain menjaga kinerja keuangan, Bank Aceh juga aktif mendorong ekspansi pembiayaan, khususnya untuk sektor produktif. Program yang dijalankan antara lain pelatihan dan pembinaan UMKM melalui workshop bersama stakeholder, optimalisasi Kredit Usaha Rakyat (KUR), serta kerja sama dengan koperasi, BPRS, dan lembaga keuangan syariah dalam penyaluran pembiayaan ultra mikro dan mikro.

“Ini merupakan wujud nyata komitmen kami untuk terus berkontribusi bagi masyarakat, sekaligus menggerakkan roda perekonomian Aceh melalui penyaluran pembiayaan produktif,” tutur Abdul Rafur.

Kegiatan pengelolaan likuiditas tersebut, lanjutnya, telah diatur dalam berbagai regulasi seperti POJK Nomor 19 Tahun 2024 tentang Rasio Kecukupan Likuiditas serta sejumlah aturan Bank Indonesia mengenai giro wajib minimum dan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial.


Posting Terkait

JANGAN LEWATKAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *