Mahasiswa Korban Penganiayaan oleh Ajudan Ketua DPRA Tunjuk EMZED sebagai Kuasa Hukum

Kasus yang dilaporkan ke Polda Aceh ini memunculkan sorotan publik terkait etika staf pejabat legislatif dan transparansi penegakan hukum.

 

 

Banda Aceh — Seorang Mahasiswa korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh RR, ajudan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), resmi menunjuk Kantor Hukum EMZED & Partners sebagai kuasa hukumnya. Mahasiswa korban penganiayaan itu menilai pendampingan hukum sekaligus perlindungan sangat penting dalam proses penyelidikan kasus yang dialaminya di kompleks gedung DPRA.

Managing Partner EMZED & Partners, Muhammad Zubir, SH, MH, menegaskan pihaknya siap memberikan advokasi penuh dan memastikan kasus tersebut berjalan sesuai dengan prinsip keadilan. “Kami akan mengawal kasus ini sampai tuntas. Korban juga telah melaporkan kejadian itu ke Polda Aceh dengan nomor laporan LP/B/306/IX/2025/SPKT/POLDA ACEH,” kata Zubir, Selasa (30/9/2025).

Menurut Zubir, langkah hukum yang ditempuh korban adalah bagian penting untuk memastikan peristiwa ini ditangani secara transparan. Ia menilai kasus yang melibatkan ajudan pejabat tinggi legislatif Aceh tidak boleh dianggap sepele karena menyangkut citra lembaga publik serta rasa aman masyarakat.

Saat ini, Polda Aceh telah menangani kasus tersebut dengan serius. Aparat kepolisian disebut sedang mendalami laporan, memeriksa bukti, dan mengumpulkan keterangan saksi. Kasus ini mendapat perhatian luas karena terjadi di kompleks gedung wakil rakyat yang seharusnya menjadi ruang aman bagi warga yang berurusan dengan lembaga legislatif.

“Kasus dugaan penganiayaan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang standar pengamanan dan etika staf pejabat publik. Bagaimana mungkin seorang ajudan pejabat legislatif justru terlibat dalam tindakan yang melanggar hukum? Ini bukan hanya soal korban, tetapi juga soal kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik,” ujar Zubir.

Ia berharap peristiwa tersebut menjadi pelajaran penting bagi semua pihak, terutama pejabat publik dan staf di lingkungan pemerintahan.

BACA JUGA  DPRA Teken Perubahan KUA-PPAS 2025, Tutup Masa Sidang II

“Kami tidak ingin melihat lagi tindakan arogan seperti ini. Setiap pejabat dan stafnya harus menjunjung tinggi etika, sopan santun, serta menjaga sikap dalam berinteraksi dengan masyarakat. Jangan sampai tindakan pribadi memicu kemarahan publik,” tambahnya.

Zubir juga mendesak aparat penegak hukum untuk bersikap tegas dalam menangani kasus ini. Menurut dia, keadilan yang ditegakkan secara transparan akan membantu memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap aparat maupun lembaga legislatif.

“Kami meminta agar proses hukum terhadap terduga pelaku RR berjalan terbuka, adil, dan tanpa intervensi. Hukum harus ditegakkan, siapa pun pelakunya,” tegasnya.

Dengan adanya kuasa hukum yang mendampingi, korban kini merasa lebih tenang dan siap mengikuti setiap proses hukum yang berjalan. Kasus ini diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat prinsip akuntabilitas pejabat publik serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan hukum bagi warga, termasuk mahasiswa.

“Penegakan hukum yang adil tidak hanya penting bagi korban, tetapi juga untuk menjaga martabat lembaga publik di Aceh. Ini adalah ujian integritas bagi kita semua,” pungkas Zubir.

Posting Terkait

JANGAN LEWATKAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *