Polda Aceh menahan DW, mantan Kepala KCP Rimo, Aceh Singkil, atas dugaan korupsi dana operasional dengan modus transaksi fiktif senilai Rp1,96 miliar.
Banda Aceh — Penyidik Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Ditreskrimsus Polda Aceh resmi menahan DW (43), mantan Kepala Kantor Pos Cabang Pembantu (KCP) Rimo, Aceh Singkil, atas dugaan kasus korupsi Kantor Pos Rimo dengan modus transaksi fiktif. Penahanan dilakukan pada Selasa (30/9/2025) setelah DW ditetapkan sebagai tersangka melalui gelar perkara yang turut dihadiri perwakilan Kortas Tipidkor Mabes Polri, Jumat (26/9/2025).
Dirreskrimsus Polda Aceh Kombes Pol Zulhir Destrian, melalui Kasubdit Tipidkor Kompol Mahliadi, menjelaskan penahanan dilakukan usai penyidik melaksanakan serangkaian proses penyidikan mendalam terkait kasus korupsi Kantor Pos Rimo tersebut. Penyidikan mencakup pemeriksaan terhadap 21 saksi, penyitaan barang bukti berupa uang Rp67.556.000, serta 85 bundel dokumen operasional KCP Rimo.
“Proses ini juga diperkuat dengan hasil Audit PKKN dari BPKP Provinsi Aceh, keterangan ahli auditor, serta gelar perkara,” kata Mahliadi di Banda Aceh, Selasa.
Menurut Mahliadi, DW diduga menyelewengkan dana operasional PT Pos Indonesia (Persero) KCP Rimo tahun 2024 dengan dua cara, yaitu melalui aplikasi Wesel Pos (Cash to Account) dan Pospay (Cash in Giro). Dalam praktiknya, tersangka mengabaikan prosedur otorisasi transaksi sesuai ketentuan serta memanipulasi laporan pertanggungjawaban harian (N2) seolah-olah transaksi tersebut sah.
“Faktanya, sejumlah dana operasional yang tersedia di aplikasi Wesel Pos dan Pospay berada dalam penguasaan tersangka karena kewenangan jabatannya. Dana itu kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi berupa investasi melalui transaksi fiktif,” ujar Mahliadi.
Perbuatan DW yang saat itu menjabat sebagai Branch Manager PT Pos Indonesia (Persero) KCP Rimo mengakibatkan kerugian negara cukup besar. Berdasarkan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Negara (LHPKN) yang diterbitkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Aceh, kerugian negara mencapai Rp1.963.537.000. Laporan itu tertuang dalam dokumen Nomor PE.03/SR-2401/PW01/5/2025 tanggal 18 September 2025.
Atas perbuatannya, tersangka DW dijerat dengan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Ancaman pidana bagi pelanggaran pasal tersebut maksimal penjara seumur hidup.
Polda Aceh menegaskan komitmen untuk menuntaskan perkara ini hingga ke persidangan. “Penegakan hukum secara transparan sangat penting untuk memastikan tidak ada ruang bagi praktik korupsi di institusi pelayanan publik,” tutur Mahliadi.