Asia Tenggara di Atas Sesar Aktif Mematikan, Ada di Indonesia

Dari Sumatra hingga Filipina, pertemuan lempeng tektonik menjadikan Asia Tenggara salah satu kawasan paling rawan gempa bumi dunia.

 

 

Jakarta — Di balik pesona alam tropis Asia Tenggara, kawasan ini menyimpan ancaman laten berupa aktivitas sesar aktif dan pergerakan lempeng tektonik yang menjadikannya salah satu wilayah paling rawan gempa bumi di dunia. Posisi geografis Asia Tenggara yang berada di pertemuan sejumlah lempeng besar membuat kawasan ini kerap diguncang gempa, bahkan berpotensi memicu tsunami.

Secara geologis, sesar merupakan patahan atau retakan pada kerak bumi tempat dua blok batuan bergerak relatif satu sama lain. Pergerakan ini dapat berlangsung perlahan maupun tiba-tiba. Saat energi yang tersimpan dilepaskan secara mendadak, terjadilah gempa bumi. Berdasarkan arah pergerakannya, sesar dibedakan menjadi sesar geser, sesar naik, dan sesar turun, yang masing-masing memiliki karakteristik dan dampak berbeda terhadap aktivitas seismik.

Melansir CNBC Indonesia, Asia Tenggara sesar aktif berada di persilangan Lempeng Eurasia, Indo-Australia, Pasifik, serta beberapa lempeng mikro lainnya. Interaksi antarlempeng tersebut melahirkan banyak sesar aktif dan zona subduksi yang berpotensi memicu gempa besar, termasuk gempa megathrust yang dapat menimbulkan tsunami.

Sejumlah sesar utama di kawasan ini membentuk peta risiko gempa Asia Tenggara, mulai dari Indonesia hingga Filipina dan Myanmar.

Di Indonesia, Sesar Sumatra atau Great Sumatran Fault membentang sepanjang Pulau Sumatra dari Aceh hingga Lampung. Patahan geser aktif ini kerap memicu gempa darat dan berkaitan erat dengan aktivitas zona subduksi Sunda. Beberapa peristiwa gempa besar, seperti Gempa Aceh 2004 berkekuatan magnitudo 9,1 dan Gempa Padang 2009 bermagnitudo 7,6, menjadi bukti nyata kekuatan sistem tektonik di wilayah tersebut.

BACA JUGA  Indonesia Gandeng Aceh Dorong Perdamaian Myanmar

Selain itu, Zona Subduksi Sunda (Sunda Megathrust) yang membentang di sepanjang pantai barat Sumatra hingga selatan Jawa merupakan salah satu sumber gempa paling berbahaya di Indonesia. Zona ini terbentuk akibat penunjaman Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia dan telah memicu gempa besar serta tsunami, termasuk peristiwa dahsyat Aceh 2004 dan Gempa Bengkulu 2007.

Di Filipina, Philippine Fault Zone (PFZ) menjadi salah satu sesar aktif utama yang membentang dari utara hingga selatan negara tersebut. Pergerakan patahan ini kerap memicu gempa kuat, seperti Gempa Luzon 1990 bermagnitudo 7,7 dan Gempa Mindanao 2019 bermagnitudo 6,9. Selain itu, Zona Subduksi Manila di barat Filipina juga menyimpan potensi gempa megathrust dan tsunami besar akibat interaksi Lempeng Sunda dan Lempeng Filipina.

Sementara di Myanmar, Sesar Sagaing menjadi patahan geser aktif yang membentang hampir 1.000 kilometer dari utara ke selatan hingga Laut Andaman. Karakteristiknya kerap disamakan dengan Patahan San Andreas di Amerika Serikat. Aktivitas sesar ini dipengaruhi pergerakan Lempeng India yang terus menekan Lempeng Eurasia. Gempa bermagnitudo 7,7 yang mengguncang Myanmar pada 28 Maret 2025 menjadi salah satu contoh nyata aktivitas tektonik di jalur tersebut.

Wilayah timur Indonesia juga menyimpan kompleksitas tektonik tinggi. Sesar Laut Banda di kawasan Maluku dan Nusa Tenggara Timur merupakan bagian dari sistem subduksi dan patahan geser yang rumit. Gempa Laut Banda 1938 bermagnitudo 8,5 tercatat sebagai salah satu gempa terdalam dan terkuat di dunia.

Di Sulawesi Tengah, Sesar Palu-Koro dikenal sangat aktif dengan laju pergeseran mencapai 30–44 milimeter per tahun. Aktivitasnya pernah memicu gempa besar dan tsunami di Palu pada 2018, menegaskan tingginya risiko gempa di wilayah tersebut.

BACA JUGA  Kejadian Bencana di Indonesia Terus Meningkat, Banjir Jadi Ancaman Terbesar Ekonomi

Pulau Jawa pun tidak lepas dari ancaman sesar aktif. Sesar Cimandiri di Jawa Barat kerap menjadi sumber gempa lokal di wilayah dengan kepadatan penduduk tinggi. Selain itu, Sesar Baribis yang membentang dari Jawa Barat hingga Jawa Tengah serta Sesar Citarik yang melintasi Pelabuhan Ratu, Bogor, hingga Bekasi juga berpotensi memicu gempa merusak. Meski aktivitasnya relatif jarang, sejarah mencatat Sesar Citarik pernah memicu gempa besar, termasuk peristiwa bermagnitudo sekitar 7,0 pada 1833.

Keberadaan sesar-sesar aktif di Asia Tenggara menuntut perhatian serius dalam upaya mitigasi bencana. Pemetaan sesar aktif, pemahaman sejarah kegempaannya, serta peningkatan kesiapsiagaan masyarakat menjadi langkah penting untuk mengurangi risiko korban jiwa dan kerugian akibat gempa bumi.

Para ahli menegaskan bahwa gempa tidak dapat dicegah, namun dampaknya dapat diminimalkan melalui perencanaan tata ruang yang tepat, bangunan tahan gempa, serta edukasi kebencanaan yang berkelanjutan bagi masyarakat di kawasan rawan gempa.

Posting Terkait

JANGAN LEWATKAN

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *